REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gugurnya Abdullah bin Amr bin Haram menyisakan duka yang mendalam bagi anaknya, Jabir. Saat melihat jasad ayahnya itu, air mata Jabir mengalir. Namun, ia dengan tabah menerima kepergiannya karena memahami makna jihad di jalan Allah serta betapa mulianya berjuang di sisi Rasulullah SAW.
Nabi Muhammad SAW lantas mendekati Jabir dan mengatakan kepadanya, “Kamu menangisinya atau tidak, para malaikat terus memayunginya dengan sayap-sayap mereka hingga mengangkatnya.” Allah menerima arwah Abdullah bin Amr bin Haram dalam kebaikan.
Beberapa riwayat menyebutkan, keajaiban terjadi. Jasad Abdullah tidak rusak dalam jangka waktu yang panjang, 46 tahun lamanya. Hal ini terungkap setelah makam Abdullah, yang menjadi satu dengan syuhada lainnya, Amr bin al-Jamuh, digali ulang.
Sebab, bencana banjir sempat menyapu makam tersebut. Jabir yang menjadi saksi peristiwa hebat ini, teringat sabda Nabi Muhammad SAW, “Aku (Rasulullah SAW) kabarkan kepadamu bahwa Allah berbicara kepada bapakmu secara langsung. Dia (Allah) berfirman, ‘Hamba-Ku, mintalah, niscaya Aku memberimu.’ Maka bapakmu menjawab, ‘Aku memohon kepada-Mu agar mengembalikanku ke dunia sehingga aku bisa gugur di jalan-Mu untuk kali kedua.’ Allah berfirman, ‘Aku telah menetapkan bahwa mereka tidak akan dikembalikan ke dunia.’ Bapakmu berkata, ‘Wahai Tuhanku, kalau begitu, sampaikan kepada orang-orang yang di belakangku.’
Maka Allah menurunkan firman-Nya ini, surah Ali Imran ayat 169, ‘Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.’”
Inilah keistimewaan Abdullah bin Amr bin Haram sebagai seorang mujahid yang merelakan segalanya, bahkan nyawa, untuk berjuang di jalan Allah. Tidak ada kebahagiaan yang hakiki selain menjemput ridha Allah. Kecintaan Abdullah akan ridha Allah mengalahkan segalanya.