REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Seperti halnya kaum Muslimin di negara-negara Eropa lainnya, tantangan utama yang dihadapi umat Islam di Macedonia dalam beberapa waktu ke depan tampaknya bakal terkonsentrasi pada isu anti-Islam atau Islamofobia.
“Apalagi, kelompok anti-Islam sekarang ini tak henti-hentinya berupaya mencemarkan nama baik Islam dan melawan kehadiran kaum Muslimin melalui tekanan politik, budaya, dan pemberitaan media,” tulis Ferid Muhic dalam laporannya, “Muslims of Macedonia: Identity Challenges and an Uncertain Future”.
Dia mengingatkan, beberapa kelompok ekstremis sayap kanan dan kalangan politisi berhaluan neofasis telah meluncurkan kampanye di sejumlah negara Eropa Barat untuk mendorong ketakutan masyarakat terhadap Islam.
Di antara mereka terdapat Marie Le Pen (pemimpin sayap kanan di Prancis), Joerg Haider (Austria), dan Geert Wilders (Belanda). “Tokoh-tokoh itu selalu menggambarkan Islam dan Muslim sebagai ancaman terhadap perdamaian dan stabilitas Eropa,” kata Muhic.
Menurutnya, kampanye anti-Islam yang dilancarkan oleh kaum ekstremis tersebut secara konsisten bakal menempatkan masa depan umat Islam Macedonia di bawah tekanan. Dan, kekhawatiran Muhic tersebut bukan tanpa alasan. Pasalnya, sejumlah tokoh politik terkemuka di dalam tubuh pemerintahan Macedonia kini juga mulai melancarkan kampanye yang menjelek-jelekkan Islam.
Tidak hanya itu, Partai Revolusioner Macedonia yang berhasil memenangkan mayoritas kursi di parlemen pada 2011 lalu, sebagiannya juga diisi oleh kalangan ekstremis sayap kanan. “Meskipun ada upaya membangun kerja sama politik antara kalangan Muslim dan non-Muslim di Macedonia, terutama di parlemen, namun ketegangan bernuansa agama dan kecurigaan terhadap Islam tetap saja terjadi,” tulis Muhic.
Masalah diskiriminasi juga menjadi realitas yang harus dihadapi umat Islam Macedonia hari ini. Hal itu tercermin pada tingkat partisipasi mereka di bidang pendidikan, ekonomi, dan politik. Semua studi penelitian dan data statistik membuktikan bahwa masyarakat Muslim Macedonia berada di level paling bawah di bidang pendidikan.
Umat Islam di negeri itu juga tercatat sebagai kelompok yang termiskin dari segi sosial. Selain itu, partisipasi politik mereka di sektor publik bisa dikatakan langka bila dibandingkan dengan jumlah perwakilan mereka di masyarakat.
“Hanya Muslim asal Albania yang agak beruntung karena berada dalam posisi yang jauh lebih baik dibandingkan orang-orang Islam keturunan Turki. Sementara, nasib Muslim etnis Bosniak, Romani, dan Macedonia asli berada di urutan paling bawah,” kata Muhic