REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menurut Cesar Adib Majul dalam bukunya Muslims in The Philippines, konflik antara masyarakat Muslim Filipina dan Spanyol dilatarbelakangi tiga hal, yakni perebutan pengaruh agama (gospel, pengaruh ekonomi (gold), dan politik (glory).
Namun, dari tiga faktor tersebut, menurut Majul, perebutan pengaruh agama lebih kuat dibandingkan dua faktor lainnya.
Majul menegaskan, perang antara masyarakat Muslim Filipina melawan kolonialisme Spanyol seperti ada benang merah atau ke lanjutan dari Perang Salib. Perlawanan Muslim Filipina terhadap kolonialisme membuat mereka dijuluki sebagai Bangsa Moro oleh orang-orang Spanyol.
"Moro memiliki arti negatif, yakni orang buta huruf, jahat, tidak bertuhan, dan tukang bunuh. Padahal, perjuangan masyarakat Muslim melawan kolonialisme bertujuan mempertahankan dan melindungi kemerdekaan wilayah Kesultanan Sulu dan Mindanao,'' katanya.
Untuk menaklukkan Muslim Filipina, Spanyol menggunakan berbagai cara. Salah satu cara yang kerap mereka gunakan adalah strategi politik pecah belah (divide and rule). Spanyol juga semakin gencar melaksanakan misi Kristenisasi.
Spanyol dinilai berhasil menjajah dan menguasai wilayah utara Filipina. Namun, Spanyol gagal menaklukkan masyarakat Muslim di wilayah selatan, meski telah berusaha menjajah selama 300 tahun lebih. Sampai Amerika datang ke Filipina pada tahun 1898, Spanyol tetap tidak bisa menaklukkan Kesul tanan Sulu dan Mindanao.
Akhirnya Spanyol tersingkir dari Filipina. Kemudian, Amerika melanjutkan kolonialisme atas Filipina dengan cara berbeda, tapi tujuannya tetap sama.