Jumat 08 Mar 2019 14:31 WIB

Akidah tanpa Analogi

Penggunaan analogi tidak bisa sembarangan.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Agung Sasongko
Takwa (ilustrasi).
Foto: alifmusic.net
Takwa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dalam mempelajari agama Islam, sering kali para ulama menggunakan pengandaian atau analogi-analogi. Hal ini dilakukan untuk mempermudah umat Islam dalam menangkap ilmu dan menjalankannya.

Dalam bahasa Arab, akidah dikenal dengan qiyas atau kias. Secara etimologi, kias berarti mengukur dan menyamakan antara dua hal baik yang konkret, seperti benda-benda yang dapat dipegang, di ukir, dan sebagainya, maupun yang bersifat abstrak, seperti kebahagiaan, kepribadian, dan sebagainya.

Dalam bahasa singkatnya, kias adalah menggabungkan atau menyamakan. Artinya, menetapkan suatu hukum perkara baru yang belum ada, tapi memiliki kesamaan dalam sebab, manfaat, bahaya, dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama.

"Qiyas menurut istilah ushul fiqhi, ialah menyamakan suatu masalah atau perkara yang baru atau terjadi masa kini dengan sesuatu yang terjadi di zaman Nabi. Analogi ini dilakukan karena tidak terdapat ketentuan hukumnya dalam nash (Alquran dan Sunah), tetapi ada persamaan illat hukumnya (motif hukum) antara kedua masalah itu," ujar Ustaz Mohamad Nursamsul Qamar dalam kajiannya di Masjid Nurul Iman Blok M, Jakarta, belum lama ini.

 

Namun, analogi ini tidak bisa sembarangan. Ada syarat atau rukun yang harus diperhatikan sebelum menga nalogikan sesuatu. Dalam hal fikih, kias memiliki empat rukun.

Rukun pertama, yaitu Al-ashlu atau pokok. Ini berarti sesuatu yang sudah ada atau sudah terjadi pada zaman Nabi Muhammad SAW. Masalah yang ada telah memiliki nash mengenai hukumnya. Ashl juga disebut maqis 'alaih (yang disamai) dan musyabbah bih (yang di serupai).

Salah satu contoh rukun pertama ini adalah perihal khamr. Khamr atau minuman berarkohol ini sudah ada sejak zaman Nabi. Allah SWT pun dengan jelas mengatakan hukumnya haram. Dalam surah al-Maidah ayat 90 Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi na s ib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan."

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement