Senin 04 Mar 2019 19:00 WIB

Dentuman yang Menghancurkan

Alquran menggambarkan betapa dahsyatnya dentuman itu.

Alquran
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Alquran

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Sebagaimana diterangkan dalam Alquran, kehancuran umat Nabi Syuaib AS (Madyan) adalah hanya dengan satu bunyi (dentuman) yang sangat keras dan dapat memekakkan telinga.

''Dan, tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Syuaib dan orang-orang yang beriman bersama-sama dengan dia dengan rahmat dari kami, dan orang-orang yang zalim dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati bergelimpangan di rumahnya.'' (QS Huud: 94).

Pada ayat lain diterangkan bahwa kehancuran umat Nabi Syuaib (Madyan) adalah dengan satu dentuman dahsyat (berupa gempa). ''Maka mereka mendustakan Syuaib, lalu mereka ditimpa gempa yang dahsyat dan jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat-tempat tinggal mereka.'' (QS Al-Ankabut : 37).

Kedua ayat ini menjelaskan azab yang ditimpakan kepada kaum Madyan. Bila pada surah Huud ayat 94 disebutkan dengan shayhah (suara yang mengguntur), sedangkan pada surah Al-Ankabut ayat 37 dijelaskan dengan nama rajfah (gempa dahsyat). Baik shayhah maupun rajfah bermakna sama, yaitu suara yang sangat keras.

Infra bunyi

Rasa penasaran dari para ilmuwan, berhasil membuktikan betapa kerasnya sebuah dentuman (bunyi) itu hingga mampu membinasakan umat manusia dan merobohkan berbagai bangunan. Dan, dari pelajaran ini pula, para ilmuwan berhasil merumuskan sebuah ilmu baru sistem suara.

Pada tahun 1964, di kota Marseille, dibangunlah sebuah gedung untuk penelitian elektroakustik. Lembaga penelitian itu dipimpin oleh Prof Vladimir Gavreau. Hanya beberapa hari para pakar peneliti itu bekerja dalam gedung itu diserang sakit kepala. Penyebabnya berasal dari ventilasi yang menyebabkan gelombang udara yang berfrekuensi rendah yang menyebabkan seluruh gedung beresonansi, ikut bergetar dalam wujud infrabunyi, bunyi yang tak kedengaran.

Mulailah diadakan penelitian infrabunyi oleh tim peneliti dari laboratorium elektroakustik itu. Hasilnya, dibuatlah di laboratorium elektroakustik di Marseille itu meriam bunyi yang merupakan meriam bunyi yang mula-pertama di dunia ini. Meriam bunyi itu sangat sederhana. Pada sebuah lubang ventilasi dipasang 61 pipa, yang ke dalamnya ditiupkan udara kempa sehingga menghasilkan gelombang udara dengan getaran 196 hertz, yaitu batas terendah dari bunyi yang dapat didengar.

Akibatnya luar biasa, dinding bangunan yang masih baru itu retak, sedangkan para personel laboratorium di dalamnya gemetar, diserang nyeri tak terkira. Meriam bunyi itu dilanjutkan dengan output frekuensi 37 hertz. Namun, tidaklah sepenuhnya diuji coba karena khawatir dapat merusak gedung-gedung dalam ruang lingkar beberapa kilometer sekitar gedung laboratorium itu.

Karena itu pula, tentu tak heran, bila dalam cerita silat disebutkan tiupan suling, petikan kecapi, bunyi tertawa, dan lainnya, dapat membuat pendengarnya merasakan sakit yang luar biasa bahkan hingga mengeluarkan darah dari telinganya. Mungkin saja, gelombang udara itu mencapai frekuensi di atas 196 hertz (batas terendah dari bunyi atau suara yang mampu didengar telinga) ataupun frekuensi di bawah 196 hertz yang berwujud infrabunyi.

Ilmu metrologi

Selain ilmu sistem bunyi, para peneliti rupanya juga mampu merumuskan satu ilmu lainnya dari peristiwa dibinasakannya umat Nabi Syuaib ini. Yaitu, ilmu penyeragaman timbangan dan ukuran yang disebut dengan ilmu metrologi.

Istilah Metrologi dicetuskan pada 20 Mei 1875 oleh utusan 17 negara setelah ditandatanganinya Konvensi Meter di Paris. Tujuannya, untuk menyeragamkan satuan ukuran dan timbangan, mengingat setiap negara mempunyai satuan dan besaran yang berbeda sehingga menyulitkan transaksi perdagangan antarnegara.

Usaha penyeragaman satuan, ukuran, dan timbangan di Indonesia dilakukan sejak tahun 1923 sebagai cikal bakal berdirinya Kantor Metrologi di Batavia (Jakarta). Dan, tahun 1925, berdiri Kantor Metrologi di Surabaya. Sejak 1 Januari 1938, secara resmi Indonesia memberlakukan Satuan Sistem Metrik dalam ukuran, takaran, timbangan, dan perlengkapannya (UTTP) yang menggantikan sistem satuan tradisional, seperti elo, kati, dan sebagainya.

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement