REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagian tulisan ini meneruskan kisah sebelumnya. Masih menurut sabda Nabi SAW. Sesudah Nabi Adam AS meminta kepada Allah SWT agar mengurangi jatah usianya 60 tahun. Jatah tersebut diberikan kepada salah seorang keturunannya yang mulia, Nabi Daud AS.
Dalam hadits riwayat at-Tirmidzi dari Abu Hurairah itu, dikisahkan sebagai berikut. "Adam kemudian ditempatkan di dalam surga, sebagaimana Allah berkehendak. Setelah itu (memakan buah dari pohon terlarang), (Adam dan Hawa) diturunkan dari surga.
Adam menghitung usianya. Lalu (setelah sekian tahun hidup di dunia), malaikat maut datang kepadanya. Adam pun berkata kepadanya, 'Kau terburu-buru. Usiaku ditetapkan seribu tahun.'
Malaikat maut menjawab, 'Betul, tapi kau sudah memberikan (jatah usia) 60 tahun untuk anakmu, Daud.'
Adam ingkar, keturunannya pun ingkar. Adam dibuat lupa, keturunannya pun dibuat lupa.' Sejak saat itu, diperintahkan (oleh Allah SWT) untuk mencatat (setiap perkara) dan (mendatangkan) saksi."
Begitulah. Sifat pelupa dan cenderung membantah ternyata sudah menjadi tabiat manusia sejak Nabi Adam AS. Untuk menghindari perbantahan tentang apa-apa yang telah diucapkan atau diperbuat manusia, maka Allah memerintahkan pencatatan dan persaksian.
Demikian syarah hadits tersebut oleh Umar Sulaiman al-Asyqar dalam kitabnya, Shahihul Qashash an-Nabawy.