Jumat 01 Mar 2019 16:34 WIB

Kata Asma Nadia tentang Keunikan Sastra Islam

Menurut Asma Nadia, ada beberapa hal yang khas sastra Islam

Rep: M Riza Wahyu Pratama/ Red: Hasanul Rizqa
Asma Nadia
Foto: Daan Yahya/Republika
Asma Nadia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam kesusastraan Indonesia, genre sastra Islam diakui masih terus berkembang. Namun, ada beberapa corak khas yang melekat pada genre tersebut.

Hal itu disampaikan novelis Asma Nadia. Seperti diketahui, pendiri Forum Lingkar Pena (FLP) itu telah banyak menghasilkan karya-karya bergenre sastra Islam.

Baca Juga

Menurut dia, ada sejumlah panduan dalam menulis novel genre sastra Islam. Misalnya, deskripsi atau penggambaran adegan yang terlalu vulgar hendaknya dihindari.

Umpamanya, ketika penulis menggambarkan kasus atau bahkan adegan pemerkosaan di dalam cerita. Asma Nadia menuturkan, dirinya dalam situasi demikian justru berupaya menimbulkan efek marah bagi pembaca. Alhasil, karyanya tidak menimbulkan syahwat atau tampak erotis.

 

"Biasanya dalam menggambarkan hubungan suami isteri atau pemerkosaan, penggerak literasi islam tidak mendeskripsikan tubuh secara detail, tapi menggunakan metafor. Apalagi ketika menuliskan tentang pemerkosaan. Bagaimana menimbulkan efek marah bagi pembaca, bukan membangkitkan syahwat dan terlihat erotis," papar Asma Nadia kepada Republika.co.id, Jumat (1/3).

Dia menambahkan, dengan menghindari gambaran yang vulgar, penulis novel Islam atau genre sastra Islam pada umumnya berupaya menghadirkan relasi gender yang adil. Tujuannya, menyingkirkan objektivikasi terhadap perempuan.

Asma Nadia juga memandang, sastra seharusnya mengandung nilai dan pesan yang bisa dipetik pembacanya. Sastra cenderung menyoroti estetika atau keindahan penulisan. Sastra juga idealnya bisa membawa semangat perubahan, menggerakkan orang supaya menjadi pribadi yang lebih baik, secara pemikiran maupun tindakan.

Perempuan penulis yang sudah menghasilkan 56 novel itu merangkum uraiannya. Kedua karakter di atas--menghindari deskripsi erotis dan mengusung semangat perubahan--merupakan karakteristik sastra Islam.

Dalam sejarah, lanjut Asma Nadia, tren kemunculan sastra Islam dimulai sejak 1990-an. Saat itu, banyak penerbit mulai melirik sastra Islam. Bahkan, penerbit umum turut serta membuka lini sastra Islam.

Momentum tersebut kian diramaikan dengan terbitnya majalah Annida serta Ummi. Adapun pada era kini, sastra Islam tetap bermunculan. Asma Nadia menilai, kaderisasi menjadi poin penting sehingga muncul penulis-penulis baru dalam genre ini.

"Kalau sekarang, kita masih berjuang untuk adanya kaderisasi", ungkap dia.

Sebagai contoh, dirinya dan sang suami saat ini memiliki program regenerasi penulis baru. Untuk itu, pihaknya berkerja sama dengan Isa Alamsyah untuk membuat Komunitas Bisa Menulis (KBM). Komunitas tersebut bergerak terutama di platform daring (online). Bahkan, KBM diklaimnya sebagai komunitas penulisan online terbesar se-Indonesia. Anggotanya terdiri atas lebih dari 400 ribu penulis.

Saat ini Asma Nadia sedang menyiapkan peluncuran buku terbarunya (buku ke-56), "Love Notes". Diterbitkan Republika Penerbit, karya itu rencananya akan diluncurkan di Islamic Book Fair (IBF) Jakarta pada Ahad (3/3) mendatang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement