REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN – Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid, menyatakan Islam tidak berkontribusi maupun berkorelasi terhadap konflik. Islam yang menjadi jembatan kesejukan dunia Barat dan dunia Timur, justru senantiasa memuliakan perdamaian.
Fathul menjelaskan, riset Pew Research Center AS memperkirakan Islam akan jadi kelompok agama yang berkembang paling cepat di dunia. Angkanya, dari 1,8 miliar pada 2015, diperkirakan menjadi 3 miliar pada 2060.
Pada 2015 saja, dengan angka itu Muslim sudah memiliki persentase populasi dunia sebesar 24,1 persen. Mereka memperkirakan, 45 tahun mendatang Muslim memiliki sekitar 31,1 persen populasi dunia.
"Kenaikannya diperkirakan mencapai 70 persen, padahal perkembangan populasi dunia saja diperkirakan cuma sekitar 32 persen pada dekade mendatang," kata Fathul dalam dialog bertajuk Kebangsaan Islam, Kebangsaan, dan Perdamaian hasil kerjasama Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Orwil DIY dan Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar dialog kebangsaan Islam, Kebangsaan dan Perdamaian di Auditorium Abdulkahar Mudzakkir UII, Kamis (28/2).
Hadir dalam dialog tersebut Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan Budayawan Emha Ainun Nadjib (Cak Nun).
Menurut Fathul, penelitian itu tidak cuma menghadirkan kabar yang menggembirakan. Tapi, di sisi lain, harus mendapat perhatian bagaimana negara-negara Islam di dunia hari ini masih mendapat ujian konflik.
Peneliti Norwegia, Nils Petter Gleditsch dan Ida Rudolfsen, meneliti kaitan negara-negara mayoritas Muslim yang disebut rentan kekerasan. Dari 49 negara mayoritas Muslim, 20 negara Muslim disebut alami perang sipil.
Fathul merasa, fakta itu sudah lebih dari cukup menjadi perhatian. Terlebih, Indonesia, bersama India, Bangladesh, dan Mesir, merupakan negara mayoritas Muslim yang tidak terjebak perang sipil.
Mengutip lagu Perdamaian dari Nasida Ria dan lirik terakhir lagu Deen Assalam dari Sabyan Gambus, ia mengingatkan betapa pentingnya Muslim menebarkan benih perdamaian. Terlebih, nilai-nilai Islam sendiri begitu mendalami perdamaian.
Lebih lanjut Fathul mengataan dialog itu dilatarbelakangi kegalauan atas stigma yang hari ini melekat kepada Islam. Karenanya, ia menekankan ini menjadi ikhtiar ICMI dan UII sebagai anak bangsa.
Utamanya, ikhtiar merawat tenun kebangsaan dan menjaga perdamaian. Terlebih, ia mengingatkan, UII dan Republik Indonesia lahir dari rahim yang sama yang membuat Indonesia dan Islam tidak sekadar tempat tinggal.
"Mozaik yang indah justru tersusun dari warna yang beragam, mari bersama-sama lantangkan pesan perdamaian Islam," ujar Fathul.