Kamis 28 Feb 2019 16:32 WIB

Pasar Novel Islami Dinilai Selalu Ada

Buku kombinasi agama dalam bentuk fiksi dan ada kandungan anak akan menarik pasar.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Andi Nur Aminah
Penulis novel Ahmad Fuadi memberikan paparannya saat wawancara di Kantor Republika, Jalan Warung Buncit, Jakarta, Selasa (5/9)
Foto: Mahmud Muhyidin
Penulis novel Ahmad Fuadi memberikan paparannya saat wawancara di Kantor Republika, Jalan Warung Buncit, Jakarta, Selasa (5/9)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Novel Islami masih diminati masyarakat. Bahkan dinilai selalu ada pasarnya.

Penulis Ahmad Fuadi mengatakan, bila dilihat dari data buku nasional, saat ini posisi buku terlaris ditempati oleh buku bergenre anak-anak. Disusul oleh buku novel fiksi dan buku agama.

Baca Juga

"Jadi misalnya ada buku yang kombinasikan agama dalam bentuk fiksi dan ada kandungan anak, maka menarik untuk pasar," ujar penulis buku Negeri 5 Menara ini kepada Republika.co.id, Rabu, (27/2). Itulah kenapa, kata dia, pasar novel Islami pun besar.

Menurutnya, pesan Islami yang disampaikan dalam bentuk cerita, akan lebih masuk ke pembaca. "Jadi pesannya halus diterima dengan menyenangkan dan tidak terasa," kata Fuadi.

Apalagi, lanjutnya, kini masyarakat Indonesia semakin mengarah ke ajaran Islam. Terlihat dari banyaknya wanita berhijab serta gerakan hijrah dalam beberapa tahun terakhir. "Jadi mengarah ke kesadaran baru yakni pentingnya sisi agama dalam hidup. Termasuk bacaan dan film ke religi," tuturnya.

Lebih lanjut, kata Fuadi, menulis merupakan kegiatan yang dimulai sebelum menulis itu sendiri. Menulis termasuk petualangan ke dalam diri atau inner journey baru kemudian keluar.

Maka cara pertama untuk membuat karya, tambahnya, yakni carilah alasan atau niat menulis. “Ini pertanyaan abstrak belum tentu ada jawabannya tapi harus terus dicari jawabannya. Kalau berhasil ketemu jawabannya maka akan lebih kuat menulis, kalau enggak ketemu harus terus menulis,” ujarnya.

Kedua, lanjutnya, tulis hal paling berkesan. Cari tema yang membuat kita tak akan bosan membahasnya selama tiga hari tiga malam serta tak akan membuat kita bosan menulisnya selama setahun atau dua tahun.

“Bagaimana menuliskannya? Tulis saja, tidak usah bebani diri dengan menulis indah tapi berdasarkan riset. Hal itu karena, tulisan yang dilengkapi riset akan lebih kuat, maka penulis juga harus banyak membaca buku dan referensi,” jelasnya.

Baginya menulis bukanlah bakat melainkan perlu belajar. Maka cara terakhir untuk menulis yakni dengan memulainya sekarang. “Jadi temukan why, what, how, dan when. Di antara itu semua, jiwanya yakni menulislah dari hati sehingga akan sampai ke hati,” ujar Fuadi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement