Senin 25 Feb 2019 23:23 WIB

Undang-Undang Pengatur Juru Sembelih Hewan Harus Disegerakan

penyembelihan hewan halal selama ini masih dilakukan lembaga mandiri tanpa legalitas,

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Andi Nur Aminah
Direktur Halal Center Fakultas Peternakan UGM, Nanung Danar Dono, mengisi kelas halal.
Foto: Republika/Wahyu Suryana
Direktur Halal Center Fakultas Peternakan UGM, Nanung Danar Dono, mengisi kelas halal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belum ada undang-undang yang mengatur soal cara menyembelih hewan secara halal. Artinya, penyembelihan hewan halal dan untuk dikonsumsi oleh masyarakat Muslim, masih dilakukan oleh lembaga-lembaga mandiri tanpa payung hukum resmi pemerintahan.

Pakar Halal Universitas Gajah Mada (UGM), Nanung Danar Dono, mengaku sangat mendukung pemberlakuan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (JPH). Di dalam aturan tersebut, nantinya juga mencakup aturan juru sembelih halal (Juleha) yang dipaparkan dalam beberapa butir khusus.

Baca Juga

Nanung sangat mendukung segera dibentuknya payung hukum resmi untuk Juleha. “Sebaiknya ya ada undang-undang resminya. Kalau MUI itu kan bukan lembaga pemerintah, bisa disebut LSM, dan LSM tidak di bawah siapa-siapa,” ujar dia saat dihubungi Republika.co.id, Senin (25/2).

Menurut dia, selama ini lembaga-lembaga yang melakukan pelatihan terhadap Juleha, barulah lembaga-lembaga yang berjalan sendiri-sendiri. Walaupun sesungguhnya, selain di DKI Jakarta, seluruh provinsi Indonesia sudah ada lembaga tersendiri untuk melatih Juleha.

Dimana setelah menjalankan pelatihan, mereka akan mendapatkan sertifikat sehingga semua hewan yang mereka sembelih dipastikan langsung mendapat sertifikat halal juga. Dalam pelatihan tersebut, memang yang diaudit adalah kemampuan Juleha.

Nanung mengatakan, minimal ketika diaudit, Juleha punya pengetahuan dan keahlian menyembelih secara syari. Mereka harus paham bahwa menyembelih harus memutuskan tiga saluran, dan tidak boleh diapa-apakan sampai hewan telah mati. Karena, jika belum mati tetapi sudah dipotong kakinya atau dikuliti, itu akan terasa sakit bagi hewan, dan itu akan menyiksa sehingga hewan akan mati karena tersiksa itu.

Nah sekarang mulai diadakan Juleha, dengan itu ada, distandarkan kemampuannya secara nasional begitu. Ini supaya siapapun yang memegang itu (sertifikat Juleha) berhak untuk bekerja di bidang itu, sehingga ada lisensi resmi dari pemerintah,” kata Nanung.

Dengan adanya UU JPH, maka uji kompetensi Juleha ini harus diberlakukan di seluruh wilayah Indonesia. Apalagi jika telah disahkan UU JPH ini, maka tentu akan berada di bawah pemerintah langsung, entah itu mungkin dikelola Kementerian Agama (Kemenag), ataupun dibuat lembaga pemerintahan khusus lainnya.

“Sebenarnya, kenapa MUI membuat LPPOM, karena MUI itu kan kumpulan para ulama, mereka sangat paham masalah agama tetapi merasa bahwa kurang paham dengan lesitin, gelatin, dan seterusnya. Termasuk penyembelihan secara ilmu. Jadi yang mereka tahu menyembelih ya hanya seperti itu, belum memahami indikasi mati seperti apa. Kemudian akhirnya membentuk lembaga baru namanya LPPOM,” papar Nanung.

Juleha sendiri merupakan salah satu implementasi dari MoU antara Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, dengan Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr Arif Satria, serta kerja sama Halal Science Center (HSC) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta, beberapa waktu lalu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement