REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bukan hanya kaum Muslim setempat. Kelompok-kelompok lainnya di Bosnia-Herzegovina juga enggan bersatu di bawah bendera yang sama: kerajaan Yugoslavia. Mereka cenderung pada afiliasi politik masing-masing.
Kaum Muslim Bosnia mendirikan Organisasi Muslim Yugoslav (YMO). Pemimpinnya bernama Mehmed Spaho.
Kelompok Kroasia-Bosnia mendukung Partai Petani Kroasia dan Partai Komunis Yugoslavia. Adapun dukungan kelompok Serbia-Bosnia terbagi dua, yakni untuk Partai Radikal Serbia dan Partai Demokratik Serbia.
Kerajaan Yugoslavia dengan susah payah meneguhkan stabilitas. Pada 1921, konstitusi yang baru dicetuskan, meskipun melalui banyak prokontra.
Sementara itu, kelompok komunis merencanakan pembunuhan terhadap raja Yugoslavia, tetapi hanya dapat menewaskan seorang menteri. Tindakan ini menyebabkan pelarangan eksistensi Partai Komunis Yugoslavia.
Dominasi tuan tanah Muslim cenderung dibatasi. Posisi kelompok Kristen yang bertahun-tahun lamanya petani bayaran hendak dipulihkan. Kerajaan membayarkan sejumlah uang kepada tuan tanah Muslim sebagai kompensasi lahan mereka yang dibagi-bagi.
Bagaimanapun, hampir semua pihak tidak puas. Kelompok Kristen merasa lahan yang diterimanya tidak cukup. Kelompok tuan tanah Muslim pun merasa tidak mendapatkan ganti rugi yang adil.
Menjelang akhir 1920-an, situasi mencapai titik kulminasi. Krisis legislasi di parlemen terjadi berulang kali.
Pada 6 Januari 1929, Raja Alexander menghapus undang-undang dasar dan mengklaim diri sebagai pemimpin absolut. Meskipun dua tahun kemudian mencabut status ini, sang raja tetap dibenci banyak kalangan.
Pada Oktober 1934, dia dibunuh saat sedang berkunjung ke Marseilles, Prancis, oleh kelompok nasionalis-ekstrem Kroasia, Ustasa, yang diketahui dekat dengan Hitler.