Senin 25 Feb 2019 08:35 WIB

Mengapa Haji Agus Salim Digelari 'the Grand Old Man'? (1)

Haji Agus Salim dipuji Presiden Sukarno atas kemampuan diplomasinya

(ilustrasi) Haji Agus Salim (kiri)
Foto: tangkapan layar google image
(ilustrasi) Haji Agus Salim (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memasuki tahun 1945, Jepang mulai menunjukkan keberpihakan bagi Indonesia Merdeka. Dibentuklah Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai alias BPUPKI.

Di tiap sidang, perdebatan begitu alot di antara peserta dalam merumuskan dasar negara. Diadakanlah Panitia Sembilan, yang di dalamnya termasuk Haji Agus Salim. Piagam Jakarta 22 Juni 1945 merupakan hasil perjuangan dialogis dari kepanitiaan tersebut.

Baca Juga

Singkat cerita, Sukarno dan Mohammad Hatta—atas nama bangsa Indonesia—mengumumkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Republik yang baru saja lahir ini mesti berjuang keras mempertahankan kedaulatan, baik di ranah militer maupun diplomasi.

Haji Agus Salim ikut berperan besar dalam bidang yang tersebut akhir itu. Merujuk pada buku Islam dan Muslim di Negara Pancasila karya Fuad Nasar, pada 18 November 1946 sidang Dewan Liga Arab menganjurkan anggota-anggotanya agar mengakui RI sebagai negara berdaulat. Itulah upaya awal yang datang dari sisi eksternal untuk mendukung eksistensi Indonesia.

Liga Arab mengingatkan, Indonesia sama saja seperti negara-negara Arab, yakni berpenduduk mayoritas Muslim. Oleh karena itu, mereka sangat pantas bersikap solidaritas terhadap RI. Sementara itu, Belanda mati-matian ingin mencaplok lagi Indonesia sebagai jajahan pasca-Perang Dunia II.

Pada 15 Maret 1947, Mohammad Abdul Mun’im selaku utusan Liga Arab mengunjungi Presiden Sukarno di Yogyakarta. Konsul Jenderal Mesir di Bombay (India) itu menyampaikan putusan Dewan Liga Arab tertanggal 18 November 1946 tadi.

Baca juga: Mengapa Haji Agus Salim Digelari 'the Grand Old Man'? (2)

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement