REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Lembaga Pemeriksa Halal dan Kajian Halal Thayiban (LPH-KHT) Pimpinan Pusat Muhammadiyah siap beroperasi untuk menjadi badan nonpemerintah yang memeriksa kehalalan produk. Operasional lembaga ini masih menunggu pengesahan pemerintah.
"Sudah siap bekerja, tinggal menunggu regulasi dan pengesahan dari pemerintah," kata Direktur Utama LPH-KHT PP Muhammadiyah M Nadratuzzaman Hosen saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (12/2), mengenai kesiapan sumber daya manusia dan infrastruktur lembaga tersebut.
Dia mengatakan, PP Muhammadiyah tidak pernah kekurangan SDM untuk menjadi auditor halal. Setidaknya terdapat 167 perguruan tinggi Muhammadiyah yang siap mencetak auditor halal guna menjadi pemeriksa kehalalan produk lewat LPH-KHT.
Muhammadiyah, kata dia, juga memiliki Halal Science Center yang bisa menjadi tempat untuk mengkaji berbagai hal terkait isu-isu produk halal. Misalnya, mencari materi alternatif selain gelatin babi untuk produk-produk gunaan dengan menggunakan rumput laut, keladi, kulit ikan dan sebagainya.
Hanya saja, kata Nadra, pihaknya belum bisa melakukan pemeriksaan produk halal karena pemerintah belum juga menelurkan payung hukum dan pengesahan LPH.
Sampai saat ini, menurut dia, belum ada satupun LPH yang resmi beroperasi dengan otorisasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal selaku regulator sesuai UU JPH.
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Sukoso belum lama ini mengatakan pihaknya masih menunggu peraturan pemerintah yang menjadi payung hukum untuk menelurkan auditor halal dan LPH.
Menurut dia, seusai UU JPH diundangkan, wewenang sertifikasi halal tidak lagi diurusi Majelis Ulama Indonesia saja tetapi juga melibatkan LPH dan BPJPH.
MUI menjadi pihak yang menetapkan fatwa halal, LPH menjadi pemeriksa kandungan produk dan BPJPH selaku unsur pemerintah yang mengatur administrasi sertifikasi halal.
Dia menyebutkan sertifikasi halal akan menjadi wajib dimiliki pelaku industri sesuai UU JPH dengan tenggat waktu akhir 2019. Jika suatu produk dinyatakan tidak memenuhi kriteria kehalalan maka diberi label tidak halal. Intinya, setiap produk yang beredar harus melalui proses sertifikasi halal.
Nadra menambahkan hingga saat ini proses sertifikasi halal belum kunjung dilakukan karena belum ada LPH yang disahkan pemerintah.
Atas realitas tersebut, dia khawatir dunia usaha akan semakin mengalami ketidakpastian karena pelaku bisnis membutuhkan sertifikasi halal. Jika tidak memiliki sertifikat tersebut maka produknya ilegal sesuai UU JPH.
"Kami melihat awalnya semangat undang-undang ini tetapi saat ini seperti ini. Jika ini tidak jalan dengan baik, bisa membunuh dunia usaha halal," kata dia.