REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam kitab suci Alquran, Allah menyebutkan beberapa tanaman serta buah-buahan sebagai karunia kepada umat manusia. Sejak zaman dahulu, tanaman diolah baik sebagai bahan makanan maupun obat-obatan.
Cabang disiplin keilmuan yang mengkaji tanaman adalah botani. Peradaban Islam berperan besar mengembangkan kajian tersebut, sehingga menjadi sebagaimana yang kini dikenal.
Cukup banyak ilmuwan Muslim pada zaman klasik menjadi pakar botani. Karya-karya mereka tersebar luas dan beberapa di antaranya dapat dibaca sampai saat ini. Mereka antara lain mengkaji khasiat tanaman-tanaman tertentu yang dapat menjadi komposisi obat.
Beberapa dari mereka merancang klasifikasi tanaman. Ada pula yang konsen pada soal pengembangbiakan manual tanaman sehingga dapat tumbuh seperti yang diinginkan.
Para pakar botani dari zaman keemasan Islam antara lain adalah Al-Dinawari, Al-Qalanisi, dan Ibn al-Suri.
Al-Dinawari
Abu Hanifah Ahmad bin Dawud Dinawari (828-896) disebut-sebut sebagai salah satu genius dari masa keemasan Islam. Kepakarannya mencakup beragam ilmu, seperti astronomi, metalurgi, matematika, geografi, sejarah, dan biologi. Namun, dunia modern lebih mengenal namanya dalam lingkup ilmu botani.
Sosok ini lahir di Dinawar yang kini termasuk wilayah Iran. Dari nama tempat itulah julukannya berasal. Al-Dinawari belajar sains di Isfahan dan sastra di Kufa serta Basrah.
Buku karyanya, Kitab al-Nabat, menjadi rujukan utama untuk pengembangan ilmu botani sepanjang abad kesembilan. Karena itu, al-Dinawari dipandang sebagai ilmuwan Muslim pertama yang konsen pada botani.
Kitab al-Nabat mengulas secara sistematis botani dari sudut pandang seorang filolog. Ada sekitar 400 jenis tanaman yang dikaji al-Dinawari melalui bukunya itu. Namanya terkenang hingga masa modern terutama berkat kajian yang dilakukan seorang sarjana Jerman, Silbeberg, pada 1908.
Dalam menyusun Kitab al-Nabat, al-Dinawari mengambil informasi tentang pelbagai tanaman dari tradisi lisan kaum Badui Arab serta penyelidikannya sendiri. Buku tersebut terdiri atas dua bagian, yakni daftar alfabetis nama-nama tanaman dan bab-bab tentang ciri-ciri tanaman beserta khasiatnya.
al-Dinawari, pakar botani
Al-Qalanisi
Al-Qalanisi merupakan ilmuwan Muslim dari abad ke-12. Dia menulis buku Aqrabadhin yang membahas tentang kehidupan tanaman. Menurut versi aslinya, kitab itu terdiri atas 49 bab. Di dalamnya, al-Qalanisi membahas tentang pengaruh cuaca terhadap pertumbuhan sayur mayur. Dia juga memaparkan persoalan pengembangbiakan tanaman melalui intervensi manusia.
Al-Qalanisi menemukan, mineral berperan penting untuk menjaga tanaman dari serangan hama. Dia bahkan menyebut sejumlah formula untuk dipakai sebagai insektisida dan pestisida. Sulfur, garam amoniak, nafta, dan tar merupakan beberapa bahan yang menurut kajiannya dapat menjadi bahan antisipasi hama.
Ibn al-Suri
Nama lengkapnya, Rasyiduddin bin al-Suri. Dia lahir di Tyre, Lebanon, pada 1177. Semasa remaja, dia belajar ilmu kedokteran di Damaskus dan sempat membuka praktik di Yerusalem. Pada masa kekuasaan Sultan al-Mu’azzam dan Sultan al-Nashir, dia menjadi kepala dokter istana.
Al-Suri wafat di Damaskus pada 1242. Karya-karyanya antara lain Al-Adwiya al-Mufrada, yang di dalamnya terdapat pemaparan soal obat-obatan dan khasiat herbal. Sepanjang hayatnya, dia merupakan peneliti yang giat.
Ilmuwan era klasik ini biasa mengembara ke seluruh Lebanon untuk mengumpulkan sampel-sampel tanaman sebagai bahan penelitian. Dia didampingi seorang juru gambar yang berjasa membuat ilustrasi tanaman-tanaman yang dijumpainya.
Sebagai periset, Ibn al-Suri memaparkan tahap-tahap pertumbuhan tanaman.Salah satu karyanya dikenal dengan nama Materia Medica di Barat. Kitab itu berisi hasil kajian cendekiawan Muslim itu atas sejumlah tanaman herbal. Ini merupakan buku pertama dalam bahasa Arab yang berisi kajian botanis, lengkap dengan ilustrasi yang detail dan berwarna (full-color).