REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua hubungan antarlembaga dan luar negeri Dewan Masjid Indonesia (DMI), Muhammad Natsir Zubaidi mengatakan kebijakan sosialisasi Pemilu di tempat ibadah khususnya di masjid menuai kontroversi. Pasalnya kepercayaan masyarakat akan semakin berkurang atas kebijakan yang ditetapkan KPU tersebut.
"Saya pribadi tidak setuju dengan adanya sosialisasi Pemilu di masjid, karena sebagai umat Muslim wajib untuk menjaga kesucian dan kewibawaan masjid," jelas dia kepada Republika.co.id, Senin (11/2).
Dia mengatakan, masjid harus menjaga jarak dan harus bersifat independent. Dia mempertanyakan alasan kebijakan baru ditetapkan sekarang, saat masa kampanye sudah dimulai.
Seharusnya kebijakan tersebut dilakukan jauh-jauh hari sebelum kampanye dimulai. Karena kebijakan ini merupakan kegiatan sosialisasi.
Natsir menyontohkan di daerah tempat tinggalnya yang hanya memiliki satu calon wali kota saja ketika shalat di satu masjid. Banyak orang mempertanyakan tujuan dia, dan calon pemimpin daerah tersebut khawatir ketika berjamaah dipersepsikan kampanye.
Selanjutnya, jika ada kegiatan yang terkait politik, mereka menyelenggarakan di sekitar halaman masjid bukan di dalam masjid. Pengurus masjid seharusnya mampu menjaga jamaah dan masjid dari pengaruh negatif.
Independensi masjid harus tetap terjaga. Karena yang memiliki jamaah masjid adalah pengurus masjid. Narsir mengatakan Rabu (13/2) MUI bersama ormas Islam, KPU dan bawaslu akan bertemu untuk membahas masalah ini juga. Namun jika sudah terlanjur kebijakan ini dilaksanakan seharusnya mereka melakukan di luar masjid dan dilakukan oleh Bawaslu dan KPU saja tanpa calon pemimpin daerah.