REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Pusat, Osmena Gunawan menyampaikan, ada tiga hal yang harus menjadi perhatian pegiat halal termasuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Yakni pra sertifikasi halal, sertifikasi halal dan pasca sertifikasi halal.
Osmena menerangkan, pra sertifikasi halal dimulai dari sosialisasi, pendataan, edukasi, pembinaan dan lain sebagainya. Sehingga produk yang diajukan untuk disertifikasi halal betul-betul menjadi produk yang sudah siap.
"Jadi sebelum disertifikasi halal, dilakukan dulu pelatihan, sosialisasi, edukasi dan pembinaan, itu semua perlu supaya mereka paham apa yang disebut produk halal," kata Osmena kepada Republika.co.id, Ahad (3/2).
Ia mengatakan, kalau mereka para produsen sudah paham tentang produk halal. Baru dilakukan sertifikasi halal karena produk mereka sudah siap. Dia juga menyampaikan, sertifikasi halal yang dilakukan LPPOM MUI sudah menjadi standar dunia.
LPPOM MUI sudah mendapat sertifikat ISO 17065 sebagai lembaga sertifikasi produk dan jasa dari Komite Akreditasi Nasional (KAN). Bahkan sertifikat halal LPPOM MUI sudah menjadi salah satu syarat ekspor produk ke Timur Tengah. Artinya pada tahap sertifikasi halal sudah tidak ada masalah karena sudah memiliki standard operating procedure.
"Yang paling utama yang harus dipikirkan adalah pasca sertifikasi halal, setelah mendapat sertifikasi halal mau dikemanakan produk halal ini? Ini yang selama ini orang jarang pikirkan," ujarnya.
Menurut Osmena, harus disediakan pasar untuk produk yang sudah mendapat sertifikasi halal. Kemasan produk halal dan promosinya juga harus dipikirkan. Serta bagaimana membuat produk-produk halal tersebut dikenal banyak orang.
Bahkan produk halal dari Indonesia seharusnya menjadi trademark atau oleh-oleh yang bisa dibeli wisatawan dari mancanegara. Dia mempertanyakan, apa produk pangan olahan dari Indonesia yang terkenal dan bisa menjadi oleh-oleh wisatawan asing?
"Malu kalau kita pulang dari Thailand, Malaysia dan Korea ada oleh-oleh makanan khas mereka dengan merek dan kemasan bagus, kenapa orang pulang dari Indonesia, oleh-olehnya tidak jelas," ujarnya.
Menurutnya, hal tersebut terjadi karena belum ada yang fokus memikirkan dan mengangkat produk industri kecil dan menengah (IKM). Produk-produk IKM belum dijadikan suatu produk yang dikenal oleh banyak orang.
Osmena mengungkapkan, mengapa harus tertindas terus oleh produk olahan dari luar negeri yang masuk ke Indonesia. Apakah produk Indonesia kalah dari produk luar negeri? Contohnya kopi, Indonesia penghasil kopi terbesar tapi kenapa merek kopi yang terkenal berasal dari luar negeri.
"Katanya rendang makanan paling enak sedunia, tapi rendang yang mana itu? Ribuan jenis rendang yang beredar di Indonesia ini, inilah yang harus dipikirkan, pasca sertifikat halal," jelasnya.
Osmena juga mengapresiasi rencana pembangunan Pusat Halal Indonesia oleh Kementerian Agama. Ia mengingatkan, semua pihak harus memikirkan bagaimana caranya Indonesia menjadi pusat halal dunia. Untuk itu, dia memberi masukan bahwa ada tiga hal yang harus menjadi perhatian yakni pra sertifikasi halal, sertifikasi halal dan pasca sertifikasi halal.