Rabu 30 Jan 2019 16:16 WIB

Tantangan Pelajar Madrasah di Palu Belajar di Kelas Darurat

Meski mereka belajar di kelas darurat, masih ada yang belajar di lantai

Kelas darurat ilustrasi
Foto: Republika/Gumanti Awaliyah
Kelas darurat ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Siswa dan guru madrasah di Kota Palu melaksanakan kegiatan belajar dan mengajar di dalam kelas darurat atau kelas sementara. Belajar di kelas darurat menjadi tantangan bagi siswa dan guru madrasah pascabencana gempa bumi, likuifaksi dan tsunami.

Kesi Pendidikan Islam dari Kantor Kementerian Agama Kota Palu, Nur Laili menceritakan, cuaca yang panas dan kelas darurat yang sempit seringkali memecah konsentrasi kegiatan belajar dan mengajar. Meski demikian, anak-anak madrasah antusias datang ke kelas untuk belajar.

Menurutnya, memang harus dibangun kelas permanen untuk anak-anak madrasah. Kasihan anak-anak yang belajar di kelas darurat. "Gurunya juga setengah mati kalau mengajar di huntara (kelas darurat), huntara ini panas, ruangan kelasnya kecil, cuaca di Kota Palu ini kan panas," kata Nur saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (30/1).

Ia menyampaikan, kasihan guru-guru dan siswa yang tidak bisa fokus belajar mengajar karena diterpa cuaca panas dalam ruang kelas darurat. Oleh karena itu rata-rata kelas darurat menggunakan kipas angin untuk mengusir udara panas.  

Ia mengatakan, meski mereka belajar di kelas darurat, masih ada yang belajar di lantai karena tidak memiliki kursi dan meja. Tapi ada juga yang menggunakan kursi dan meja di kelas darurat. Menurutnya, kondisi madrasah negeri dan swasta secara umum sama kondisinya.

Nur menjelaskan, bahkan madrasah yang terkena likuifaksi tidak bisa digunakan lagi. Sehingga lokasi madrasah direlokasi, tapi lokasi madrasah yang direlokasi dan lokasi hunian sementara anak-anak berjauhan. Hal ini pun menjadi masalah lagi.

Ia menyampaikan, meski hanya ada kelas darurat, kegiatan belajar dan mengajar di madrasah-madrasah Kota Palu sudah berjalan semua. Ada yang belajar di kelas darurat yang terbuat dari kerangka baja dan papan. Ada juga yang bangunan sekolahnya masih berdiri tapi rusak berat. Sehingga mereka menjalankan kegiatan belajar dan mengajar di dalam kelas dan di tenda.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement