REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof KH Nasaruddin Umar mengatakan kearifan lokal dapat menjadi cara ampuh menangkal radikalisme. Karenanya, masyarakat Indonesia perlu memperkuat kearifan lokal tersebut.
Menurut hasil penelitian The Nusa Institute tahun 2011, Nasaruddin mengatakan, gerakan kelompok garis keras terus meningkat. Situasi ini jelas mengkhawatirkan bagi perdamain bangsa.
Pada hasil penelitian antara The Nusa Institute dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) 2017, potensi radikalisme berada di angka 55,12 persen. Angka tersebut menunjukkan potensi radikalisme di atas rata-rata. "Ini harus ada upaya dari pemerintah dan ormas untuk mengerem," ujarnya pada acara launching Nasaruddin Umar Office (NUO), di Cilandak Jakarta Selatan, Sabtu (26/1).
Nasaruddin menyebutkan beberapa wilayah di Indonesia yang mempunyai potensi besar terpapar radikalisme yaitu Gorontalo, Bengkulu, Kalimantan Utara dan Sulawesi Selatan. Mengenai potensi tersebut, berdasarkan hasil penelitian tahun 2018, kearifan lokal menjadi alat kontrol moral dalam meredam radikalisme. "Jadi kalau orang kembali ke kearifan lokal, itu lebih bagus," katanya.
Namun ironisnya, perkembangan kearifan lokal di Indonesia semakin kritis. Generasi 20 tahun ke bawah kini mulai tidak memahami tentang kearifan lokal.
Oleh karena itu, ini menjadi tantangan bersama agar kearifan lokal tetap lestari. Nasaruddin mengajak semua pihak agar mengangkat kembali kearifan lokal di masing-masing daerah.