Jumat 25 Jan 2019 16:32 WIB

Hanya Berharap tanpa Berusaha

Terlalu berharap bisa merusak stabilitas hati.

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Agung Sasongko
Suasana bekerja di kantor (ilustrasi)
Foto: Entrepeneur
Suasana bekerja di kantor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harapan, bagi manusia memang teramat penting. Berharap merupakan energi sekaligus daya dorong untuk tidak mudah putus asa, tetap optimistis. Namun, kata Imam al-Ghazali, berhati-hatilah menggantungkan harapan. Sebab, satu dari sekian proses berharap tersebut bisa berujung pada mengkristalnya penyakit hati.

Melalui magnum opusnya, Ihya Ulumiddin, tokoh bernama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'I tersebut menjelaskan kategorisasi harapan. Pertama, mengharapkan sesuatu, tapi tidak didukung dengan upaya mencapainya, maka itu adalah tipuan atau al-ghurur. Bila berharap tanpa mengetahui apa yang hendak dicapainya, itu disebut dengan berangan-angan atau aat-tamanni.

Sedangkan jika mengharapkan kebahagiaan di akhirat, haruslah melakukan amal kebajikan selama di dunia. Harapan yang didukung dengan usaha ini disebut ar-raja'. Orang yang beriman mengamalkan raja'. hatinya selalu mendapatkan ketenangan.

Jika mengharapkan sesuatu, prasyarat agar sesuatu itu datang harus dipenuhi. Gambarannya, kehidupan di dunia adalah ladang untuk memperoleh kebahagiaan di akhirat. Jika mengharapkan kebahagiaan di akhirat, haruslah melakukan amal kebajikan selama di dunia

Hakikat raja', menurut tokoh kelahiran Thus Persia 1058 M/ 450 H itu, ketenangan hati menunggu sesuatu yang dicintai dan objek tersebut benar adanya dengan rententan sebab dan proses yang mesti dilalui. Ar-Raja' mengharapkan sesuatu yang disukai dan yang dicintai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement