REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Pengadilan tinggi Kenya Kamis (24/1) membatalkan putusan Pengadilan Banding 2016, yang memungkinkan pelajar Muslim mengenakan jilbab di sekolah mereka. Dalam putusan tentang petisi yang diajukan oleh Gereja Metodis di Kenya terhadap putusan Pengadilan Banding, mahkamah agung menyatakan setiap sekolah memiliki hak untuk menentukan aturan berpakaiannya sendiri.
Putusan 2016 datang setelah sekolah yang dikelola gereja melarang siswi Muslim mengenakan jilbab dan mengatakan bahwa itu menabur perselisihan. Kenya memang memiliki persoalan panjang tentang peran jilbab di sekolah-sekolah Kristen. Beberapa dari sekolah Kristen melarang jilbab di masa lalu.
Menurut Biro Statistik Nasional Kenya, sekitar 10 persen dari populasi Kenya menganut Islam. Sementara 84 persen merupakan penganut Kristen.
Dari putusan ini, banyak warga Kenya dari berbagai lapisan masyarakat yang mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap keputusan tersebut melalui media sosial. Terutama, karena hal itu terjadi setelah kementerian pendidikan Kenya mengizinkan turban di sekolah untuk siswa dari berbagai agama, yang membutuhkan penutup kepala, termasuk penganut keyakinan Rastafari.
"Gereja yang berbicara tentang cinta tetangga anda seperti anda mencintai diri sendiri, kedamaian, rasa hormat, dan toleransi membawa umat Islam ke pengadilan untuk memaksa kami tidak mengenakan jilbab jika kami ingin menjadi bagian dari komunitas sekolah mereka," kata seorang siswi bernama Zahra Ubah, seperti dilansir di Anadolu Agency, Jumat (25/1).
Seorang aktivis sosial bernama Mohamed Bamursal juga mengkritik keputusan tersebut. Menurutnya, putusan itu bertentangan dengan prinsip konstitusi Kenya. "Benar-benar rusak! Kebebasan beribadah, hijab adalah sebuah tindakan ibadah. Ini adalah seruan bangkit! Bawalah anak perempuan anda ke sekolah-sekolah yang dimiliki oleh Muslim!" kata Bamursal.
Sementara warga Kristen bernama Michael Ouma yang juga berprofesi sebagai akuntan mengatakan, bahwa permohonan oleh gereja tersebut tidak mempertimbangkan saudara-saudara Muslim mereka. Menurutnya, hal itu bertentangan dengan konstitusi, kebebasan beribadah dan beragama. "Ini adalah hari yang menyedihkan bagi demokrasi dan bagi negara kita," ujarnya.