REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Memasuki abad kedua, Muhammadiyah senantiasa terus memelihara tradisi keilmuan yang dikembangkan KH Ahmad Dahlan sejak awal. Bagi Muhammadiyah, memajukan kehidupan peradaban adalah dengan ilmu lantaran pendidikan menjadi prioritas.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir menjelaskan bagaimana Persyarikatan yang bercorak pembaru ini bisa tetap eksis, karena dari dulu sampai saat ini tetap konsisten dengan sikap kritis terhadap realitas sosial dan menjawabnya dengan gerakan nyata.
Dalam membangun gerakan sosial, Muhammadiyah kata Haedar, tidak lepas dari diskursus di dalamnya. “Tradisi berdiskusi bukan hal baru di Muhammadiyah,” jelas Haedar dalam keterangan tulis yang diterima Republika.co.id, Selasa (22/1).
Hal itu, katanya, sudah biasa dilakukan KH Ahmad Dahlan. Bahkan dialog itu tidak hanya dilakukan sebatas dengan sesama umat Islam, tetapi juga dengan berbagai golongan agama maupun paham yang berbeda.
Berdialog dengan orang yang berbeda keyakinan tidak selalu berarti bersepaham. Kader Muhammadiyah, diharapkan terbuka terhadap berbagai perbedaan pemikiran sebagai sebuah tradisi keilmuan. “Muhammadiyah itu sejak awal selalu menjunjung tinggi keilmuan,” kata Haedar.
Dia menyebutkan Alquran surah Az-Zuamar ayat ke-18 telah mengajarkan kepada terbuka terhadap perbedaan pendapat untuk kemudian mengambil yang terbaik.
Menurut dia, dalam memelihara tradisi akal itulah Muhammadiyah selalu terbuka terhadap berbagai pemikiran.
Haedar menegaskan tidak boleh ada di Muhammadiyah kegiatan keilmuan dihalang-halangi karena alasan perbedaan paham.
“Tidak boleh lagi ada kegiatan keilmuan di Muhammadiyah yang dihalangi,” tegasnya.