REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mimbar biasanya ditempatkan di sebelah kanan mihrab, ceruk kecil di masjid tempat imam memimpin shalat. Pembuatan mimbar kayu memerlukan kerja keras dari para seniman, dibuat dengan teknik ukiran terbaik dan dihiasi dekorasi dari bahan-bahan paling top.
Para pengrajin kala itu mengembangkan berbagai teknik ukiran kayu yang rumit dan juga seni potongan kayu yang membentuk pola (marquetry). Salah satu contoh masterpiece mimbar kayu kuno yang masih selamat sampai sekarang adalah mimbar Masjid Kutubiyyah di Marrakesh, Maroko.
Mimbar yang dibangun pada abad 12 M ini terbuat dari kayu dan gading gajah setinggi 3,86 meter dengan panjang 3,46 meter. Mimbar tertua yang masih bisa dilihat sampai hari ini ada di Tunisia, tepatnya di Masjid Agung Kairouan, yang dibangun lebih dari seribu tahun lampau, sekitar abad 9 M.
Uniknya, mimbar itu terbuat dari kayu jati Jawa yang kemungkinan diukir di Irak dan kemudian dikapalkan ke Afrika Utara untuk dirangkai kembali dalam bentuk panel-panel kayu berukir. Namun, rajanya mimbar adalah mimbar Masjid Agung Kordoba, Spanyol.
Mimbar itu dibuat saat dilakukannya perluasan masjid pada abad 10 M pada masa kalifah Dinasti Umayyah, al- Hakam II. Menurut catatan ahli geografi al-Idrisi pada abad 12 M, dibutuhkan enam pengrajin dengan waktu tujuh tahun untuk merampungkan mimbar itu.
Sejarawan Ibn Idhari yang tinggal di Marrakesh pada akhir abad 13 M menulis bahwa mimbar Kordoba dihiasi dengan kayu cendana berwarna merah dan kuning, kayu eboni, kayu India, dan gading gajah. Biaya pembuatannya mencapai 35.705 dinar emas. Sayangnya, mimbar itu dihancurkan oleh pasukan Kristen pada abad 16 M. Ahli arkeologi hanya bisa menemukan sisa ruang pe nyim panan mimbar itu di sebelah mihrab masjid.