REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) melalui Ditjen Pendidikan Islam melakukan penyesuaian format penyelenggaraan ujian akhir di madrasah. Penyesuaian ini sudah dimulai tahun ajaran 2018/2019. Dengan penyesuaian ini, mata pelajaran ciri khas madrasah tidak semuanya diujikan dalam Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional (UAMBN).
Direktur Kurikulum, Sarana, Kesiswaan dan Kelembagaan (KSKK) Madrasah Ahmad Umar mengatakan ada dua mata pelajaran yang hanya diujikan dalam Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN). Dua mata pelajaran itu yakni Bahasa Arab dan Akidah Akhlak.
Selama ini, mata pelajaran Quran Hadits, Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), Bahasa Arab, dan Akidah Akhlak semuanya diujikan dalam UAMBN. “Ke depan, kelima mata pelajaran itu akan diujikan dalam format baru, yaitu Quran Hadits, Fiqih, dan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) akan diujikan dalam UAMBN. Sedang Bahasa Arab dan Akidah Akhlak akan diujikan dalam materi uji yang diujikan USBN,” terang Umar seperti dilansir dari laman Kementerian Agama, Sabtu (29/12).
Siswa MTS Negeri 1 Bogor (ilustrasi)
Menurut Ahmad Umar, kebijakan ini sudah mempertimbangkan karakteristik setiap mapel yang menjadi ciri khas madrasah. Termasuk juga pertimbangan yang terkait keperluan madrasah dalam melakukan pengukuran kompetensi siswa dalam menentukan kelulusan siswa.
Mata pelajaran Quran Hadis, Fikih, dan SKI ditetapkan diujikan pada UAMBN karena penggalian seluruh ranah kompetensinya masih dapat dijangkau melalui soal pilihan ganda. Soal-soal ini tersedia pada mekanisme penyusunan soal UAMBN.
Nilai yang diperoleh di tiga mata pelajaran ini nantinya akan dipakai juga sebagai bahan mengisi data yang akan dipertimbangkan dalam penetapan kelulusan. Berbeda dengan itu, lanjut Umar, pengukuran kompetensi siswa pada mapel Bahasa Arab dan Akidah Akhlak membutuhkan kelengkapan alat ukur lain, selain soal pilihan ganda. Sebab, diperlukan soal yang dapat mengukur keterampilan berbahasa dan sikap kepribadian siswa.
Karena itu, dua mapel tersebut ditetapkan lebih tepat diujikan pada USBN. Sebab, pengelolaan penyelenggaraan USBN walau kisi-kisi dan soal anchornya dari pusat namun keseluruhan pengelolaannya dapat dilakukan oleh madrasah. Sehingga, soal ujian dapat dikembangkan sesuai kebutuhan dan kondisi madrasah untuk mengukur kompetensi siswa yang akan ditetapkan kelulusannya. “Dengan prinsip ini, siswa tidak dirugikan. Sebab, kompetensinya telah teramati utuh dalam menentukan kelulusan dirinya,” tegas Umar.
Dia mengatakan, kebijakan ini bahkan meringankan. Karena kelima mata pelajaran tersebut hanya akan diujikan sekali dalam ujian akhir siswa madrasah, di UAMBN atau USBN.
Ujian pada madrasah terbagi dalam tiga jenis, yaitu Ujian Nasional (UN), Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional (UAMBN), dan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN). Mata pelajaran UN mengikuti Keputusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
UAMBN diselenggarakan sebagai sarana ujian akhir sebagian mata pelajaran yang ada di madrasah. Sedangkan USBN untuk semua mata pelajaran yang dipelajari di madrasah.
Sejumlah pelajar saat akan memulai pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK).
Mantan Kepala Biro IAIN Surakarta ini menambahkan, UN dan UAMBN memiliki fungsi utama untuk pemetaan kompetensi lulusan madrasah. Keikutsertaan siswa dalam UN dan UAMBN menjadi prasyarat mereka memperoleh ijazah kelulusan.
UN dan UAMBN menggunakan moda ujian berbasis komputer dengan jenis soal pilihan ganda. “Hasil UN dan UAMBN hakikatnya tidak menentukan kelulusan siswa,” tuturnya.
Sementara USBN, lanjut Umar, memiliki fungsi utama sebagai instrumen satuan pendidikan (madrasah) dalam menentukan kelulusan siswa. “Jenis ujian ini penting dan sangat menentukan nasib kelulusan siswa,” tegasnya.
Kisi-kisi soal USBN disiapkan dari pusat, dengan komposisi: 20 hingga 25 persen soal anchor dari pusat, dan 75 hingga 80 persen soal dibuat oleh guru madrasah. Dengan demikian kualitas soal USBN tetap terstandar.
Umar menegaskan, Kementerian Agama berkomitmen mempertahankan kelangsungan mata pelajaran yang menjadi ciri khas madrasah. Namun, dalam pelaksanaan ujian perlu dikaitkan dengan pertimbangan atas karakteristik setiap mapel dan kemampuan bentuk soal ujian yang dapat dikembangkan oleh suatu jenis ujian, misalnya UAMBN dan USBN.
Tujuannya, agar kompetensi yang akan diukur tergali maksimal. Pelaksanaan ujian akhir di madrasah juga perlu memperhitungkan beban banyaknya mata pelajaran yang diujikan dan panjangnya waktu yang harus diikuti siswa selama menyelesaikan seluruh rangkaian ujian akhir. “Pertimbangan ini untuk menciptakan rangkaian ujian di madrasah yang layak dan proporsional dan tidak terlalu memberatkan para siswa,” tandasnya.