Rabu 19 Dec 2018 21:10 WIB

Kisah Raja yang Rendah Hati

Sang Raja tak membusungkan dada karena keberhasilannya.

Pemimpin yang berilmu (Ilustrasi)
Foto: Wordpress.com
Pemimpin yang berilmu (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Betapa hebatnya seorang Raja Iskandar Zulkarnain yang kisahnya disebut-sebut dalam Alquran. Kehebatannya diabadikan dalam surah al-Kahfi. Bagaimana tidak, ia mampu membuat sebuah benteng yang tingginya mencapai dua gunung sekaligus menghubungkan keduanya (QS al- Kahfi [18] :96).

Benteng yang sampai saat ini memenjarakan kaum perusak Ya’juj dan Ma’juj ini tak dapat ditembus dengan apa pun jua. Raja Zulkarnain menerapkan tek nologi supercanggih dari paduan besi dan tembaga dalam pembangunannya. Mega proyek Sang Raja Zulkarnain tak dapat tertandingi oleh umat manusia hingga saat ini.

Setelah megaproyek tersebut selesai, Sang Raja sama sekali tak membusungkan dada karena keberhasilannya. Dengan penuh kerendahan hati, ia nyatakan semua keberhasilannya hanya semata-mata pertolongan Allah. Kata-katanya itulah yang diabadikan dalam Alquran, “Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur. Dan janji Tuhanku itu adalah benar.” (QS al-Kahfi [18]: 98).

Beginilah adab seorang hamba kepada Tuhannya. Setinggi apa pun keberhasilan yang ia peroleh tak menjadikannya sombong dan berbangga diri. Ia mendahulukan Allah sebagai penolong yang mengantarkannya pada kesuksesan. Karena sejatinya, tidak ada satu pun kesuksesan tanpa pertolongan-Nya. Allah SWT berfi rman, “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah. Dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri,” (QS an-Nisa’[4]: 79).

Sebenarnya, apa pun yang menimpa manusia, baik maupun buruk, semuanya dari Allah. Namun, sebagai adab seorang hamba kepada Rabbnya, hanya hal baik sajalah yang ia klaim berasal dari Allah. Sedangkan hal-hal negatif adalah akibat dari kesalahan dirinya sendiri. Beginilah seharusnya seseorang menyikapi berbagai hal dalam hidupnya.

Pada kenyataannya, sering kali manu sia lupa ketika telah sampai di puncak kesuksesan mereka melupakan Tuhan. Mereka menganggap, kesuksesan yang mereka raih adalah hasil dari kerja kerasnya sendiri.

Setelah mereka terjerembab dan jatuh dalam kehidupan, mereka lantas menyalahkan Tuhan. Mereka mengeluh, mengapa harus mereka yang mendapatkan ujian itu. Mereka tuding Tuhan tidak adil atau pilih kasih. Itulah manusia.

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement