REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, para guru besar di perguruan tinggi harus kritis terhadap isu-isu terkini terutama yang dapat mengancam keutuhan dan persatuan umat beragama.
"Ketika informasi sudah bergerak cepat tanpa batas teritorial, pengaruh transnasionalisasi Islam membawa dampak negatif bagi kehidupan beragama dan bernegara," ujar Lukman dihadapan 100 guru besar Perguruan Tinggi Islam dari seluruh Indonesia, dalam acara The 2nd Islamic Higher Education Professors (IHEP) Summit, di Kota Bandung, Sabtu (8/12).
Lukman mengkritisi peran para guru besar yang kurang sensitif terhadap fenomena di sekitarnya. Mereka selalu terfokus pada pengajaran, riset, kajian ilmiah, dan pekerjaan akademis saja.
Menurut dia, apabila pendidikan hanya dimaknai sebagai transformasi ilmu pengetahuan saja, maka gawai berperan lebih baik. Dalam genggaman tangan, gawai jauh lebih cepat memenuhi kebutuhan pengetahuan dan informasi, melebihi dosen dan guru besar.
"Pada saat ini kehidupan umat beragama di Indonesia mendapat ancaman serius seiring dengan datangnya era disrupsi dalam segala bidang," kata dia.
Lukman mengatakan, kondisi saat ini memerlukan respon dari guru besar melalui pendekatan akademik berbasis ilmiah. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah Community Services atau kegiatan sosial dalam pelayanan masyarakat dari para guru besar.
Kondisi pembiaran ini, menurut dia, membuat banyak influencer media sosial yang bicara tanpa latar belakang ilmu. Hal tersebut dapat menjadi investasi kerusakan jangka panjang.
Dia mengatakan banyak fenomena aktual seperti maraknya dakwah dengan cara marah, dan isu-isu keislaman politis meluncur kehadapan publik tanpa tinjauan akademis yang mencerahkan. Maka dari itu, diperlukan sebuah studi untuk memecahkan persoalan tersebut.
"Mengapa tak pernah ada studi yang mendalam tentang ini. Ini Current Isuses yang umat menunggu-nunggu. Maka guru besar harus merebut kembali wacana publik untuk masa depan agama dan negara," kata dia.
Ia pun mengkhawatirkan angin politik Arab Springs yang membuat negara-negara Islam bergejolak. Hal itu akan berdampak ke Indonesia dengan cara meniupkan radikalisme dan konservativisme yang merusak keberagamaan Indonesia yang beragam.
"Era disrupsi teknologi telah menyeret umat beragama pada perilaku berlebihan, dengan dua kutub ekstrim yaitu konservatifisme dan liberalisme. Keduanya menciptakan ancaman, tidak hanya bagi keberagamaan tetapi juga keindonesiaan," kata dia.