Sabtu 24 Nov 2018 15:42 WIB

'BIN dan Ormas Islam Perlu Samakan Persepsi Soal Radikal'

Penyamaan persepsi tersebut agar tidak menimbulkan kesalahpahaman antarumat Islam.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Andi Nur Aminah
Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Muhammad Siddiq saat menghadiri diskusi publik bertajuk Menolak Lupa: Peringatan Mosi Integral M. Natsir Menghadirkan NKRI yang diselenggarakan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Ruang Pleno FPKS, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (3/4).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Muhammad Siddiq saat menghadiri diskusi publik bertajuk Menolak Lupa: Peringatan Mosi Integral M. Natsir Menghadirkan NKRI yang diselenggarakan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Ruang Pleno FPKS, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (3/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemaparan Badan Intelejen Negara (BIN) terkait 41 masjid yang diduga terpapar paham radikal menjadi polemik di masyarakat. Salah satu yang menjadi persoalan adalah definisi paham radikal yang berbeda antara BIN dan beberapa ormas Islam.

Ketua Umum Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII), Muhammad Siddiq, mengimbau kepada BIN untuk menyamakan persepsi dan definisi radikalisme bersama ormas Islam. Penyamaan persepsi tersebut agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dan penafsiran di antara umat Islam sendiri.

"Jangan sampai yang disampaikan adalah dakwah Islam, tapi yang ditangkap oleh BIN malah menyebarkan radikalisme di masjid," kata Siddiq kepada wartawan, Sabtu (24/11).

Kesalahan pemahaman soal paham radikal ini, menurut Siddiq sangat mungkin terjadi. Karena tidak semua petugas atau aparat di BIN memahami Islam secara utuh. Terlebih apabila definisi radikalisme diambil dari penafsiran dari luar atau non-Muslim yang tidak paham agama Islam."Karena Islam itu pesannya universal, bukan hanya sekadar menyuruh shalat dan puasa saja. Banyak aspek kehidupan lain yang harus dipahami secara menyeluruh dari ajaran Islam, termasuk dalam aspek politik dan pemerintahan," tegasnya.

Karena itu, Siddiq yang juga Ketua Majelis Ormas Islam (MOI), menegaskan perlunya kesepakatan dengan ormas Islam soal definisi radikalisme tersebut. Apalagi, menurut dia, selama ini tidak ada kesepakatan bersama antara semua ormas Ispam, seperti apa sebenarnya radikalisme untuk di Indonesia. Akibatnya yang terjadi pengelompokan radikal atau tidak hanya sepihak saja.

Siddiq mengambil pelajaran atas apa yang sering dialami DDII saat melakukan aktivitas di beberapa daerah. Salah satunya ketika dicap radikal, padahal dai-dai dari DDII hanya berusaha membendung berbagai kegiatan pemurtadan di beberapa daerah. "Kita membela, membentengi dan menjaga dakwah ini, tapi itu bisa didefinisikan beberapa pihak sebagai radikal," kata dia.

Terkait data 41 masjid yang diklaim BIN sudah terpapar radikal, DDII berharap BIN bisa mengungkapkan masjid mana saja yang dianggap telah berpaham radikal tersebut. Tujuannya agar umat Islam bersama ormas-ormas Islam juga bisa melakukan pembinaan.

Ia khawatir kalau itu hanya dilempar ke publik umat Islam, tanpa disebutkan masjid mana saja. Justru cara seperti itu menimbulkan kekhawatiran umat Islam untuk beribadah di beberapa masjid. Ini dinilaian mengganggu ketenangan umat Islam beribadah. Bahkan hingga memunculkan perpecahan dan kegaduhan.

Ke depan DDII berharap kepada BIN jangan asal lempar pernyataan soal kelompok radikal, tanpa berkoordinasi dengan mayoritas ormas ormas Islam. Walaupun Siddiq yakin data BIN tersebut bisa terverifikasi, namun pernyataan seperti itu berpotensi memunculkan saling curiga dan kegaduhan di tengah umat Islam.

"Sudah cukup yang kemarin jangan diulangi lagi seperti itu. Kalaupun perlu disampaikan ajak bicara ormas Islam agar tidak menimbulkan kegaduhan dan perpecahan," kata Siddiq.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement