Kamis 22 Nov 2018 06:00 WIB

Kisah Masyithah, Tukang Sisir Putri Firaun

Masyithah dan keluarga rela mati demi mempertahankan keimanan kepada Allah.

Piramida Mesir

Tibalah hari eksekusi, rakyat dikumpulkan untuk menyaksikan peristiwa sadis, hukuman ala Firaun. Masyithah bersama sang suami dan empat orang anak termasuk satu bayi yang digendongnya telah berada di sana, siap menghadapi hukuman keji tersebut.

Mereka melihat kubangan besar berisi air mendidih yang siap melepuhkan tubuh mereka. Namun, hati mereka tak gentar dengan siksaan dari seorang manusia. Mereka memilih beriman kepada Allah, Tuhan seluruh manusia.

Sebelum dilempar ke air mendidih, mereka ditanya oleh Hamman apakah masih akan terus mengimani Allah dan enggan menuhankan Firaun. Namun, jawaban mereka selalu sama acap kali ditanya, "Allah adalah Tuhanku, Tuhan Firaun, dan Tuhan seluruh alam. Kami akan terus beriman kepada Allah sekalipun harus terjun ke kawah mendidih".

Maka, bulatlah keputusan Hamman untuk memasak mereka hidup-hidup dalam kubangan air yang mendidih. Suami Masyitahlah yang pertama kali mendapat giliran. Tubuhnya langsung dilalap air yang mendidih, tinggal seonggok daging gosong tak bernyawa. Melihat eksekusi keji tersebut, Hamman terbahak-bahak dan terus menghina orang-orang yang beriman kepada Allah.

Masyithah terus di atas ketegarannya mengimani Allah. Setelah sang suami, giliran anak-anaknya. Satu per satu, mereka dipaksa masuk ke air mendidih yang apinya menjilat-jilat. Semuanya dilakukan di hadapan Masyithah. Hingga tinggallah tersisa Masyithah dan seorang anaknya yang masih bayi. Ia menggendong bayi itu erat-erat. Hatinya masih tegar diatas agama Allah. Maka, diseretlah ia dan bayinya mendekati air yang teramat panas itu.

Ketika hampir memasuki kubangan air, tiba-tiba syetan membisikkan keraguan di dalam hatinya. Keraguan dengan merasa sedih dan kasihan pada sang bayi yang belum sempat tumbuh dewasa melihat dunia, bayi yang baru lahir tanpa dosa.

Masyithah pun menghentikan langkahnya menuju ajal, ia terus saja memandangi bayinya yang merah dengan perasaan sedih yang mendalam. Melihatnya, Hamman sempat berpikir Masyithah akan mencabut kata-katanya dan akan kembali menuhankan Firaun. Ia pun girang karena merasa ancamannya pada Masyithah berhasil.

Namun, pikiran Hamman salah. Masyithah tak pernah sedikit pun melepaskan keimanannya pada Allah. Lalu dengan kehendak Allah, sang bayi tiba-tiba berkata kepada ibunya, "Wahai ibu, jangan takut, sesungguhnya Surga menanti kita," ujar bayi yang digendongnya. Mendengarnya, kembalilah ketegaran dan keberanian Masyithah. Ia pun mencium anaknya. Kemudian, masuklah keduanya ke dalam air yang mendidih. Masyithah dan keluarganya mengakhiri hidup mereka dengan berpegang teguh pada akidah.

Kisah Masyithah disebut dalam sebagian hadis Rasulullah tentang Isra mi'raj yang diriwayatkan Imam Ahmad, Ibnu Hibban, dan Thabrani. Hadis tersebut datang dari Hammad bin Salamah dari Atha' bin Saib. Dalam perjalanan Isra Mi'raj ke Masjidil al-Aqsa,  Rasulullah melewati sebuah daerah yang aromanya sangat harum semerbak seperti harum kasturi.

Rasulullah pun bertanya kepada Jibril, "Wahai Jibril, aroma harum apakah ini?" Jibril pun menjawab, "Ini adalah harum Masyithah, tukang sisir putri Firaun," Rasulullah pun kembali bertanya, "Apa gerangan kelebihan Masyithah?" maka Jibril pun mengabarkan kisah Masyithah kepada Rasulullah yang kurang lebihnya telah dikisahkan di atas.

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement