REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mesir selalu identik dengan keberadaan Sungai Nil. Sungai ini bahkan telah ada sejak ratusan juta tahun silam dan menjadi sumber kehidupan penduduk Mesir. Sungai Nil nyatanya juga memiliki sebuah sejarah menarik.
Sebelum Islam menyinari Kota Mesir, setiap datangnya Bu'nah (bulan Mesir) penduduk Mesir biasa melakukan tradisi persembahan untuk menghormati Sungai Nil. Persembahan tersebut dila kukan dengan cara menumbalkan seorang gadis untuk dibuang ke dalam sungai.
Ketika Rasulullah datang dan menyebarkan agama Islam, tradisi itu sempat terhenti dan dilupakan. Namun, penduduk Mesir dikhawatirkan dengan keadaan Sungai Nil yang mengering, padahal sebelumnya air di sungai tersebut tidak pernah habis.
Dari cerita Qais bin Al-Hajjaj yang ditulis oleh Syekh Mahmud Al-Mishri dalam bukunya yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Ustaz Abdul Somad Lc, saat Sungai Nil mengering penduduk Mesir berbondong-bondong mendatangi Gubernur Kota Mesir, 'Amr bin Al-Ash. "Wahai gubernur, Sungai Nil kami ini memiliki tradisi. Dia tidak akan mengalir jika tradisi itu tidak dilaksanakan," ujar salah seorang dari penduduk Mesir.
'Amr bin Al-Ash pun bertanya, "Apakah tradisi itu?" Orang itu pun menjawab, "Jika telah lewat tiga belas malam dari hitungan bulan ini (Bu'nah), kami akan meminta seorang anak perempuan dari orang tuanya dan kami buat mereka rela menyerahkan putrinya. Kemudian kami akan hiasi anak perawan itu dengan perhiasan dan pakaian terbaik. Kemudian kami akan membuangnya ke Sungai Nil," kata dia.
'Amr bin Al Ash pun menolak usulan penduduk Mesir untuk melakukan tradisi mereka dan menjelaskan bahwa tradisi tersebut tidak tertera dalam ajaran Islam. "Agama Islam telah menghancurkan tradisi-tradisi sejenis itu," kata dia.
Bu'nah pun berlalu hingga datangnya Abib (bulan sebelas menurut hitungan kalender Qubti dan Masra), tapi Sungai Nil tak kunjung mengalir. Para penduduk mendesak untuk melaksanakan tradisi mereka hingga sang gubernur kehabisan akal untuk melarang dan memutuskan mengirim surat kepada sang khalifah, Umar bin Khattab RA.
Dalam suratnya, Amr menjelaskan perihal keadaan Kota Mesir dan keringnya Sungai Nil serta keputusannya untuk melarang warga melakukan per sembahan. Umar bin Khattab membalas surat Amr dan dalam suratnya dia berpesan, "Apa yang telah engkau lakukan itu benar. Saya telah mengirim satu kartu di dalam surat saya ini. Buanglah kartu itu ke dalam Sungai Nil," tulis Umar.
Ketika surat dari Umar tiba, Amr segera mengambil kartu tersebut dan membaca tulisan di atasnya, "Dari hamba Allah, Umar Amirul Mukminin, untuk Sungai Nil penduduk Mesir. Amma ba'du jika engkau mengalir karena kehendakmu dan perkaramu, maka janganlah engkau mengalir karena kami tidak membutuhkanmu. Namun, jika engkau mengalir karena perintah Allah yang Mahaesa dan Mahakuasa, Dialah yang telah membuatmu mengalir. Kami memohon kepada Allah agar Dia membuatmu mengalir."
Kemudian Amr melaksanakan pesan Khalifah Umar untuk membuang kartu tersebut ke Sungai Nil. Keesokan hari nya, tepatnya pada Sabtu pagi, Allah SWT membuat Sungai Nil kembali mengalir, bahkan hingga setinggi enam belas hasta dalam waktu satu malam. Hingga kini Sungai Nil menjadi su ngai yang tak pernah kering meski musim kemarau melanda. Penduduk Mesir juga telah berhenti dan meninggalkan tradisi persembahan mereka hingga saat ini.