REPUBLIKA.CO.ID, Fenomena mengganti nama, ketika menyatakan masuk Islam, tak hanya terjadi pada era sekarang, tetapi juga pernah berlaku pada beberapa dekade lalu.
Mantan Syekh al-Azhar Syekh Jad al-Haq pada 1979 pernah mendapatkan pertanyaan serupa.
Mengutip Lembaga Fatwa Mesir, Dar al-Ifta, Syekh Jad al-Haq menjelaskan, mayoritas ulama sepakat Islam dan iman di sisi Allah SWT itu terpenuhi dengan pengucapan lisan, dibuktikan dengan tindakan. Ini maknanya bahwa syarat kesempurnaan berislam adalah dibuktikan dengan tindakan.
Sementara rukun Islam itu sebagaimana hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar RA.
Rasulullah bersabda, ”Islam didirikan atas lima perkara yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selan Allah SWT dan Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji, dan puasa Ramadhan.”
Masuk Islam berarti mengucapkan kedua syahadat dan menyatakan bebas dari semua agama kecuali Islam.
Jika sebelumnya seorang Nasrani, begitu dia masuk Islam, dia harus lepas dari ikatan agama Nasrani dan bersaksi bahwa Isa AS adalah seorang nabi. Tidak ada syarat harus berikrar dengan bahasa Arab, bahasa apapun tetap sah-sah saja.
Dengan demikian, merujuk berbagai hadis nabi dan pendapat para ulama, Syekh Jad al-Haq berpendapat mengubah nama Islam begitu masuk agama ini bukan syarat apapun.
Hanya saja memang, tradisi yang berlaku, bahwa agama seseorang itu bisa tampak secara lahir dari namanya.
Tradisi ini pun berlaku di tengah-tengah umat Islam. Tak hanya dalam Islam, nama-nama yang identik juga kerap dipakai bagai pemeluk agama Yahudi atau Kristen.
Dia menyarankan, yang lebih utama memang hendaknya mereka yang baru masuk Islam mengganti nama Islam karena ini termasuk salah satu identitas Islam. Di satu sisi, tradisi yang baik dalam Islam kedudukannya sendiri dalam hukum.