Rabu 31 Oct 2018 06:36 WIB

Dapur Umum Indonesia Kembali Layani Warga Palestina

Keluarga di Gaza sulit memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.

Dapur Umum Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk Palestina.
Foto: act
Dapur Umum Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Uap beraroma rempah khas bumbu briyani mengepul dari dalam kuali. Nasi briyani dalam porsi besar memang sedang ditanak salah seorang juru masak, sesekali tangannya mengaduk agar bumbu segera menyerap dan merata.

Juru masak yang lain tampak melumurkan bumbu ke daging ayam yang siap dipanggang. Senin (29/10), semua aktivitas itu berlangsung di Dapur Umum Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk Palestina.

Hari itu, ACT kembali membuka layanan Dapur Umum di Kota Gaza dan Kota Jabalia. Sekitar 1.500 porsi makanan dibagikan kepada masyarakat Gaza. Pendistribusian dilakukan di Kamp Jabalia, Kota Bait Lahia, Kota Jabalia, dan daerah-daerah di perbatasan Kota Gaza dengan Gaza Utara, seperti daerah Al Salateen, daerah Mashrou Amer, dan daerah Al Sawarka.

“Nasi hangat dengan lauk ayam menjadi santapan siang anak-anak sekolah, masyarakat miskin, dan keluarga dengan difabel,” kata Andi Noor Faradiba dari Global Humanity Respons (GHR) ACT.

Sebelum Oktober-November 2018, ACT sudah beberapa kali membuka pelayanan Dapur Umum bagi masyarakat Palestina, yaitu pada Juli 2017 lalu, saat ratusan penduduk Palestina turun ke jalan memprotes penutupan Masjid Al Aqsa, juga Desember 2017 ketika krisis menegang di Yerusalem. Hingga hari ini, Gaza belum juga memberikan kabar baik.

Gaza merupakan salah satu daerah strategis di Palestina. Badan Bantuan dan Pembangunan PBB (United Nations Relief and Work/UNRWA) menyebutkan, Jalur Gaza menjadi rumah bagi 1,9 juta penduduk dengan 1,3 penghuninya adalah pengungsi. Blokade atas Gaza juga membuat akses menuju dan dari wilayah tersebut begitu sulit.

UNRWA juga melaporkan, pada dekade terakhir keadaan ekonomi di Gaza mengalami penurunan stabil. Tingginya angka pengangguran dan banyaknya pemuda usia produktif yang menjadi korban kekerasan tentara militer Israel membuat keluarga di Gaza sulit memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.

Sepanjang 11 tahun lebih blokade Israel, Gaza semakin menghadapi sejumlah krisis. Sebagaimana dirangkum Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (Office for the Coordination of Humanitarian Affairs/OCHA), dalam “Gaza Crisis: Early Warning Indicators (June 2018)”, Gaza menghadapi krisis kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Keadaan itu semakin diperparah dengan konflik internal juga protes masif penduduk Palestina dalam aksi Great Return of March. Diagram Ketahan Pangan dalam laporan itu memperlihatkan, setidaknya 45 persen penduduk Gaza pada Juni 2018 meminjam makanan atau uang dari kolega mereka untuk tetap bertahan hidup.

Begitu pula dengan Jabalia, daerah di utara Kota Gaza itu merupakan wilayah terbesar bagi delapan kamp pengungsian di Jalur Gaza. Berdasarkan catatan UNRWA, sekitar 119,486 orang yang terdaftar sebagai pengungsi memadati wilayah 1,4 kilo meter persegi itu.

Keadaan di Gaza juga kota-kota di sekitarnya semakin memprihatinkan minggu ini. Serangan udara berkali-kali diluncurkan Israel selama sepekan. Sejumlah orang kembali kehilangan nyawa. Penduduk yang lain pun melanjutkan hidup dalam kewaspadaan.

sumber : act
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement