Ahad 28 Oct 2018 15:11 WIB

Muslim Perth Berjuang Atasi Stereotip Negatif tentang Islam

Komunitas Muslim mulai dengan kampanye dengan tagar #CoffenIslam

Rep: Ratna Ajeng Tedjomukti/ Red: Agung Sasongko
Muslim Australia
Foto: Australia Plus
Muslim Australia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang Imam muda, Kamran Thahir, datang ke Perth satu tahun lalu. Pria berusia 26 tahun itu dikirim ke Australia Barat dari Sydney untuk mendirikan masjid baru di pinggiran selatan Perth. Dia senang kamera CCTV terpasang di masjidnya dan berjanji untuk mengundurkan diri jika ada jejak ekstremisme.

Kamran benar-benar berusaha menghilangkan stereotip negatif yang dia yakini berkontribusi pada pertumbuhan Islamofobia di Australia.

"Saya mengundang orang-orang yang memiliki pertanyaan tentang Islam untuk mencari saya dan menemukan saya. Dan aku akan menemuinya di kedai kopi pilihan mereka. Kopi ada di depanku,"jelas dia dilansir di abc.net,au.

Dia mulai dengan kampanye dengan tagar #CoffenIslam. Kampanye ini me ng ajak anggota masyarakat untuk me mesan kopi. Sekarang menjadi bagian dari kampanye nasional yang diluncur kan oleh kelompok Muslim Down Under.

Tahir juga membuat kampanye Saya Muslim, Tanya Saya Apa pun. Sejumlah orang menjadi relawan yang turun ke jalan untuk menjawab pertanyaan tentang iman mereka. Ini dimulai di Perth setelah se rangan teroris Mei lalu di Manchester Inggris.

"Itu, bisa dikatakan bahwa kami harus keluar dan kami perlu melakukan ini karena hari demi hari kami melihat ada lebih banyak Islamophobia. Jika saya tidak melakukan apa-apa, sebagai Imam, sebagai pemimpin komunitas di sini di Australia Barat, bagaimana saya bisa mengharapkan orang lain melakukan sesuatu tentang hal itu?" jelasnya.

Menurut Tahir, bisa saja mereka yang me lakukan tindakan kekerasan adalah Mus lim.Tetapi dia yakin bahwa mereka tidak pernah membuka dan memahami Alquran. Kitab tersebut berisikan inti ajar an Islam yang sarat kesantunan dan kearifan.

Meski keluarganya berasal dari Pakistan, Tahir lahir dan dibesarkan di kota Inggris Leicester. Dia baru tiba di Australia 18 bulan yang lalu. Pemuda ini akan mengirim anak-anaknya ke sekolah negeri.

Dia tidak mengharuskan anak-anaknya bersekolah di sekolah Islam. "Saya telah belajar di sekolah yang normal dan sekuler. Saya ternyata baik-baik saja. Saya seorang imam hari ini," katanya.

Namun orang tua hendaknya mengawasi mereka jika memiliki kekhawatiran mengenai materi yang diajarkan di sekolah umum. Anak-anak tetap harus dibekali ilmu agama baik tentang akidah maupun akhlak sehingga memiliki keyakinan yang mantap sekaligus berakhlak mulia.

Usahanya untuk mengubah citra muslim muncul setelah penelitian menunjukkan bahwa perempuan mengatasi serangan Islamofobia di Australia. Tahir mengatakan, ancaman terhadap wanita Muslim adalah salah satu alasan mengapa tidak ada seorang pun di antaranya adalah seorang Muslim. "Ada wanita di tim kami tetapi ketika kami pergi ke daerah baru, kami harus sedikit lebih protektif," katanya.

Umat Islam mencoba menghilangkan kesalahpahaman yang mungkin dimiliki beberapa orang. Namun dia berpendapat bahwa menangani Islamofobia harus dilakukan dengan perlahan. Salah satunya adalah dengan menunjukkan akhlak mulia.

Sikap peduli sesama yang dilakukan Muslim sangat efektif memerangi islamofobia yang kian hari kian ditinggalkan masyarakat Barat. Mereka semakin me mahami Islam adalah kawan yang harus dirangkul, keluarga yang mendukung pembangunan, dan saudara yang asyik dalam bekerja sama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement