REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa’adi mengimbau kepada para tokoh dan elite politik untuk membangun budaya politik dan demokrasi yang santun, dilandasi nilai-nilai luhur, akhlakul karimah dan berkeadaban. Ia menganjurkan untuk berperilaku proporsional dan tidak berlebihan, baik dalam menyampaikan pendapat maupun kritik. Tujuannya agar tidak menimbulkan polemik dan kegaduhan.
Zainut menjelaskan, kebebasan berekspresi dan perbedaan pendapat dalam menyampaikan kritik adalah hak asasi setiap orang yang dilindungi oleh konstitusi. Tapi, dalam pelaksanaannya juga harus tetap mengindahkan nilai-nilai moral, etika dan agama. "Jadi, sebesar apa pun perbedaan pendapat yang terjadi di ruang publik harus tetap dalam bingkai perbedaan yang sehat, konstruktif, dan argumentatif," tuturnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (11/10).
Tidak kalah penting, kritik yang disampaikan tidak bisa sembarang. Kritik harus dengan narasi yang baik, jujur dan elegan bukan dengan narasi sinis, sarkastik dan penuh kebencian. Hal ini untuk mencegah adanya pihak yang merasa direndahkan dan dilecehkan.
Zainut menuturkan, kritik juga harus berdasarkan bukti yang kuat. Menuntut seorang pejabat negara agar dicopot dari jabatannya dengan alasan tidak jujur, korupsi dan tidak layak tanpa didukung bukti hanya akan menimbulkan berbagai dampak negatif. Dari kegaduhan, syak wasangka hingga menciptakan suasana saling curiga.
Kritik tanpa bukti, Zainut mengatakan, juga merupakan bentuk pendidikan politik yang sangat buruk kepada masyarakat. "Sebab, masyarakat akan meniru melakukan sesuatu seperti apa yang dilakukan oleh para tokoh idolanya," ucapnya merujuk pada kritik tanpa bukti yang disampaikan Amien Rais kepada Kapolri Tito Karnavian.
Zainut khawatir, apabila Amien tidak dapat membuktikan tuduhannya seperti apa yang pernah dijanjikan, pasti akan ada tuntutan balik dari pihak Tito. Amien akan diduga telah melakukan tindak pidana pencemaran nama baik dan perbuatan menyerang kehormatan. Jika hal itu terjadi, bisa dibayangkan betapa gaduhnya situasi dan kondisi kehidupan bangsa Indonesia.
Zainut juga mencemaskan dampak kejadian tersebut terhadap kondisi politik di tengah pelaksanaan hajatan nasional bangsa Indonesia, yakni pemilihan legislatif dan presiden. Hajatan yang seharusnya berjalan dengan damai, rukun dan penuh persaudaraant itu dapat berubah menjadi panas, penuh dengan fitnah, hoaks dan ujaran kebencian. "Dikhawatirkan dapat menimbulkan friksi dan perpecahan bangsa yang semakin tajam," tuturnya.
Untuk menghindari dampak tersebut, MUI mengimbau kepada semua pihak agar dapat menahan diri. Zainut mengajak semua pihak untuk lebih mendahulukan kepentingan keselamatan bangsa dari pada hanya sekedar mengejar kepentingan politik kekuasaan. Terakhir, ia berharap masyarakat Indonesia diselamatkan dari bahaya perpecahan dan menjadi bangsa yang semakin arif dan dewasa dalam menyikapi perbedaan.
Sebelumnya, Amien meminta Presiden Jokowi untuk segera mencopot Tito dari jabatan Kapolri. Pernyataan itu dia ungkapkan saat hendak memenuhi panggilan kepolisian terkait kasus penyebaran berita bohong Ratna Sarumpaet pada Rabu (10/10). Tapi, Amien tidak menyebutkan secara pasti alasan pernyataannya itu.