Jumat 12 Oct 2018 16:09 WIB

Haedar Ungkap Islam Universal di Temu Pemuka Agama Dunia

Islam secara konsisten menyerukan pesan universal yang tidak terbatas suku tertentu.

Rep: Novita Intan/ Red: Andi Nur Aminah
Ketua PP Muhammadiyah, Haedar Nasir
Foto: ROL/Wisnu Aji Prasetiyo
Ketua PP Muhammadiyah, Haedar Nasir

REPUBLIKA.CO.ID, KAZAKHSTAN -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir bersama Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti, dan Ketua Umum PP ‘Aisyiyah menghadiri VI Congress of the Leaders of World & Traditional Religions yang diselenggarakan di Kazakhsztan pada 10 dan 11 Oktober 2018. Kegiatan ini dihadiri 82 negara perwakilan. Terdiri atas pemimpin organisasi agama Islam, Kristen, Hindu, serta perwakilan organisasi internasional, seperti Aliansi Peradaban PBB, OSCE , UNESCO.

Haedar mengatakan pertemuan ini membahas peran para pemimpin agama dalam menjaga dunia yang aman. Sekaligus melibatkan pemangku agama dalam membangun kepercayaan dan saling menghormati, memerangi ekstremisme agama dan menciptakan dunia yang aman. “Pada dasarnya agama tidak selalu menentang globalisasi. Islam khususnya, sejak awal berkembangnya telah mensyiarkan dari dunia tanpa batas,” ujarnya dalam keterangan tulis yang diterima Republika.co.id, Jumat (12/10).

Menurutnya, Islam secara konsisten menyerukan pesan universal yang tidak terbatas suku tertentu dan etnis, geografi dan daerah. “Islam telah menyerukan persaudaraan universal dan kerja sama antara orang-orang dari elemen penting dunia,” tutur Haedar.

Selain memberikan dampak positif, Haedar juga mengatakan globalisasi juga dapat memberikan dampak yang negatif. Dalam hal ini peran agama Islam sangat dibutuhkan dalam memerangi dampak negatif globalisasi, seperti yang tertuang dalam surah al-Maidah ayat 2 dan surah al-A’raf ayat 56. “Islam harus memposisikan diri dalam proses yang tak terelakkan globalisasi. Agama harus tetap sebagai sumber dorongan untuk globalisasi yang akan membawa kebaikan bersama, tapi pada saat yang sama, harus berfungsi sebagai pengingat dan alarm bagi umat manusia untuk tidak terlibat dalam perbuatan yang merusak,” jelas Haedar.

Haedar juga menuturkan pengaruh globalisasi tidak hanya berada di tangan para ulama atau pemimpin agama dalam arti konvensional. Tetapi juga menjadi kewajiban atas semua umat manusia untuk selalu waspada bahwa globalisasi adalah sebuah fenomena, yang terkadang memiliki sisi yang baik maupun buruk. Karena itu agama tidak bisa berperan sendiri.

Di akhir penyampaiannya, Haedar mengatakan Muhammadiyah yang merupakan organisasi Islam modern terbesar di Indonesia secara konsisten menyerukan masyarakat dunia untuk pengembangan spiritual yang berpengaruh terhadap globalisasi. Muhammadiyah sejauh ini telah banyak terlibat aktif dalam isu perdamaian.

Di antaranya Muhammadiyah berperan dalam dialog konflik yang terjadi di Philipina Selatan, mengirim tim emergency ke bencana Nepal, dan juga terlibat aktif dalam membantu menangani pengungsi Rohingnya di Myanmar dan Bangladesh. “Muhammadiyah mendesak anggotanya, pada khususnya, dan muslim di seluruh dunia pada umumnya, untuk selalu melakukan ijtihad menghadirkan Islam yang berkemajuan, dan sesuai dengan kebutuhan modernitas saat ini, serta mencegah bencana efek samping dari globalisasi yang terjadi,” kata Haedar.

Pembukaan acara yang digelar di Atrium Hall the Palace of Peace and Accord pada Rabu (10/10) dihadiri presiden Kazakhsztan dan presiden Serbia Aleksandar Vučić. Sementara dalam kesempatan presentasi yang digelar pada Kamis (11/10), Haedar menyampaikan materi terkait Religion and Globalization: Challenges and Responses. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement