REPUBLIKA.CO.ID, KARACHI -- Makanan halal identik dengan makanan yang diproses sesuai ketentuan hukum Islam. Kendati, beberapa agama juga memiliki keyakinan mengonsumsi makanan halal dengan bahasa berbeda.
Dilansir di Pakistan Today, Sabtu (6/10), seharusnya jenis makanan tersebut dipasarkan oleh negara-negara Muslim. Sayangnya, tidak ada satu pun negara Muslim yang masuk jajaran 10 negara pertama dalam daftar pedagang makanan halal teratas.
Pakistan yang mengklaim sebagai negara Muslim terbesar kedua dalam hal jumlah penduduk, nyatanya berada jauh di jajaran belakang urutan daftar tersebut. Pakistan hanya menyumbang 0,25 persen dalam keseluruhan perdagangan makanan halal senilai tiga triliun dolar AS. Namun, tidak disebutkan 10 negara pertama dalam daftar penjual makanan halal teratas.
Federasi Kamar Dagang dan Industri Pakistan (FPCCI) yang merupakan organisasi pedagang Pakistan terbesar, mengadakan acara untuk menemukan peluang potensial bagi para pedagang di negara itu. Para ahli Pakistan beranggapan negara tersebut memiliki potensi mengekspor makanan halal.
Mereka menjabarkan bagaimana selama ini pemerintah merugikan sepak terjang pengekspor makanan halal dan negara karena tindakan pemerintah juga berdampak pada negara, seperti dalam bentuk sumber daya keuangan. Namun, tidak dijelaskan lebih lanjut kebijakan pemerintah yang diduga merugikan pedagang makanan.
Salah satu usulan pertemuan itu adalah membentuk Otoritas Pembangunan Halal Pakistan (PHDA). Otoritas tersebut bertugas menunjukkan kendala dalam meningkatkan perdagangan makanan halal. Di negara yang 98 persen penduduknya beragama Muslim, konsep perdagangan halal membutuhkan pengakuan.
Karena itu, pertemuan itu mendesak menteri keuangan fokus pada industri ini karena memiliki potensi menghasilkan miliaran dolar AS bagi perekonomian Pakistan. Acara itu juga dihadiri sejumlah diplomat dari berbagai negara, seperti Rusia, Jepang, Malaysia, Iran, dan Thailand.