REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof Hasanudin AF menegaskan perbedaan waktu Idul Adha antara Indonesia dan Arab Saudi bukan masalah. Hal ini karena standar penentuan Idul Adha sesuai dengan ketentuan negara masing-masing. "Enggak masalah ada perbedaan. Standar Arab Saudi ya dengan ketentuan negara mereka, standar Indonesia dengan ketentuan kita," ujar Hasanudin saat dihubungi Republika.co.id, Senin (13/8).
Hasanudin pun menjelaskan penentuan waktu Idul Adha di Indonesia berdasar waktu Arafah yang jatuh pada 9 Dzulhijjah atau 21 Agustus menurut kalender Masehi. Berdasarkan hal tersebut, maka waktu Idul Adha di Indonesia sehari setelahnya, yaitu 22 Agustus.
"Standar kita waktu Arafah itu 9 Dzulhijjah, maka besoknya Idul Adha. Bukan berpatokan kapan waktu wukuf di Arab. Di Indonesia ditetapkan 9 Dzulhijjah itu tanggal 21 Agustus, jadi Idul Adha ya besoknya," ucapnya.
Baca: Idul Adha 2018 Berbeda karena Perhitungan Dzulhijjah Beda
Mengenai puasa Arafah yang akan dilakukan umat Muslim Indonesia bertepatan dengan Idul Adha di Arab Saudi, Hasanudin meyakinkan hal tersebut tidak haram. Hal ini kembali pada ketentuan di masing-masing negara. "Enggak usah khawatir. Kan aturannya ikutlah kepercayaan masing-masing. Yang haram ya di Arab, karena mereka sudah Idul Adha sementara kita memang baru 9 Dzulhijjah," ujarnya.
Hasanudin pun menyebut ketentuan Idul Adha di Indonesia tahun ini telah disepakati bersama baik pemerintah, MUI, maupun Muhammadiyah. Hal ini disahkan dalam sidang isbat yang dilakukan Sabtu (11/8) kemarin.