REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Zainut Tauhid Sa’adi menyayangkan kejadian pelarangan tabligh akbar yang akan dihadiri ustaz Abdul Somad di Semarang, Jawa Tengah. Pelarangan dilakukan karena Ustaz Somad dianggap corong Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan ceramahnya mengusung radikalisme.
Menurut Zainut, seharusnya siapa pun tidak boleh menghalangi orang yang sedang melaksanakan ibadah. "Apalagi ini tugas dakwah yang sangat mulia," ujarnya ketika dihubungi Republika, Jumat (27/7) malam.
Baca: Ormas Ini Minta Ustaz Somad Nyanyi Lagu Indonesia Raya
Zainut menambahkan, pelarangan itu bisa dituduh sebagai pelanggaran terhadap hak asasi orang lain. Di negara yang menjunjung tinggi hukum dan HAM ini, tidak boleh dengan dalih apa pun menghalangi orang yang akan melaksanakan kewajiban agamanya.
Zainut khawatir, kelompok yang melarang Ustaz Somad itu salah informasi atau salah paham tentang dai lulusan Universitas Al Azhar Mesir tersebut. Kelompok itu harus konfirmasi atau tabayun terlebih dahulu sebelum melakukan pelarangan.
Tapi, terlepas dari hal itu, tindakan pelarangan tidak dibenarkan. Zainut mengajak masyarakat untuk saling membangun semangat ukhuwah dan tasamuh (persaudaraan dan toleransi) agar umat Islam tidak saling bertengkar karena justru merugikan umat Islam sendiri. "Lebih baik kita saling menguatkan untuk menjawab problem umat yang begitu besar," ucapnya.
Baca: Pemuda Pancasila Siap Kawal Safari Dakwah Ustaz Somad
Sebelumnya, surat edaran mengatasnamakan diri Markas Komando Jawa Tengah Patriot Garuda Nusantara (PGN) beredar di Semarang, Jawa Tengah. Surat itu melarang tabligh akbar yang akan dihadiri ustaz Abdul Somad. Di dalam surat, tertulis bahwa pelarangan ustaz Abdul Somad karena dianggap corong Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan mengusung radikalisme.
Surat tersebut ditujukan kepada Kapolda Jawa Tengah. Isinya mendesak agar kepolisian tidak mengizinkan tabligh akbar yang akan mengundang Ustaz Abdul Somad di Pedurungan, Mijen, Kota Semarang, pada 30-31 Juli 2018. Selain itu, disebutkan di dalamnya dalih bahwa dosen UIN Sultan Syarif Kasim Riau itu merupakan "corong dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)". HTI kini berstatus organisasi terlarang sejak berlakunya Perppu Nomor 2 Tahun 2017.