Rabu 11 Jul 2018 09:50 WIB

Lembaga Muslim di India Sebut Bitcoin tak Islami

Bitcoin tak memiliki aturan yang ditetapkan dan dianggap sebagai kontrak tak sah.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Andi Nur Aminah
Bitcoin.
Foto: Reuters/Benoit Tessier
Bitcoin.

REPUBLIKA.CO.ID, HYDERABAD -- Dewan Hukum Personal Muslim India (AIMPLB) menyebut bitcoin sebagai hal yang tidak Islami. Karena itulah, lembaga Muslim tersebut meminta masyarakat Muslim untuk menghindari penggunaan dari mata uang kripto itu.

Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada 29 Juni lalu, pejabat senior AIMPLB Maulana Wali Rahmani megatakan bahwa mata uang harus berakar dalam model keuangan Islam, seperti halnya mata uang kertas. Mata uang tersebut dapat ditukarkan dalam jumlah yang sama dengan emas dan perak.

"Bitcoin tidak memiliki aturan yang ditetapkan, yang dianggap sebagai kontrak yang tidak sah (dibatalkan) dalam Islam," kata Rahmani, dilansir di Deccan Chronicle, Rabu (11/7).

Lembaga perbankan Reserve Bank of India (RBI) juga telah melarang transaksi apapun dalam bentuk bitcoin di India. Di sisi lain, dunia Muslim masih tetap terbagi dalam pandangan mereka atas mata uang kripto. Ulama Saudi, Sheikh Assim Al Hakeem telah mengumumkan bitcoin sebagai gerbang terbuka untuk pencucian uang, uang narkoba, dan uang haram (terlarang).

Sementara itu, Uni Emirat Arab (UEA) mengizinkan mata uang digital dan bahkan UEA merupakan rumah bagi sejumlah mata uang kripto. Di sisi lain, cendekiawan Muslim di Mesir dan Turki juga telah menyatakan bahwa bitcoin tidak sesuai dengan Islam karena nilai mereka terbuka untuk spekulasi.

Sang ulama berpendapat bahwa bitcoin dapat digunakan dalam kegiatan ilegal. Dia menjelaskan, prinsip-prinsip syariah, di samping melarang pembayaran bunga, juga menekankan pada kegiatan ekonomi nyata berdasarkan aset fisik dan tidak menyetujui spekulasi. 

Lembaga Muslim di India Sebut Bitcoin tak Islami

HYDERABAD -- Dewan Hukum Personal Muslim India (AIMPLB) menyebut bitcoin sebagai hal yang tidak Islami. Karena itulah, lembaga Muslim tersebut meminta masyarakat Muslim untuk menghindari penggunaan dari mata uang kripto itu.

Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada 29 Juni lalu, pejabat senior AIMPLB Maulana Wali Rahmani megatakan bahwa mata uang harus berakar dalam model keuangan Islam, seperti halnya mata uang kertas. Mata uang tersebut dapat ditukarkan dalam jumlah yang sama dengan emas dan perak.

"Bitcoin tidak memiliki aturan yang ditetapkan, yang dianggap sebagai kontrak yang tidak sah (dibatalkan) dalam Islam," kata Rahmani, dilansir di //Deccan Chronicle, Rabu (11/7).

Lembaga perbankan Reserve Bank of India (RBI) juga telah melarang transaksi apapun dalam bentuk bitcoin di India. Di sisi lain, dunia Muslim masih tetap terbagi dalam pandangan mereka atas mata uang kripto. Ulama Saudi, Sheikh Assim Al Hakeem telah mengumumkan bitcoin sebagai gerbang terbuka untuk pencucian uang, uang narkoba, dan uang haram (terlarang).

Sementara itu, Uni Emirat Arab (UEA) mengizinkan mata uang digital dan bahkan UEA merupakan rumah bagi sejumlah mata uang kripto. Di sisi lain, cendekiawan Muslim di Mesir dan Turki juga telah menyatakan bahwa bitcoin tidak sesuai dengan Islam karena nilai mereka terbuka untuk spekulasi.

Sang ulama berpendapat bahwa bitcoin dapat digunakan dalam kegiatan ilegal. Dia menjelaskan, prinsip-prinsip syariah, di samping melarang pembayaran bunga, juga menekankan pada kegiatan ekonomi nyata berdasarkan aset fisik dan tidak menyetujui spekulasi. (Kiki Sakinah)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement