Rabu 27 Jun 2018 14:20 WIB

Keharmonisan Kunci Komitmen Islam Moderat

Ideologi dan pemikiran garis keras ini menyebar dalam berbagai literatur dan media.

Rep: Novita Intan/ Red: Agung Sasongko
Muchlis M Hanafi (kiri) dan Muhyiddin Junaidi (kanan) bertemu Menteri Wakaf Maroko,  Muhammad Taufik,  saat transit di Bandara Doha,  Qatar, sebelum ke Irak.
Foto: Kemenag
Muchlis M Hanafi (kiri) dan Muhyiddin Junaidi (kanan) bertemu Menteri Wakaf Maroko, Muhammad Taufik, saat transit di Bandara Doha, Qatar, sebelum ke Irak.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Ketua Delegasi Indonesia Muchlis M Hanafi saat mewakili Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan kesalahpahaman terhadap konsep dasar keislaman menjadi salah satu faktor munculnya ekstremisme dan terorisme.

Ideologi dan pemikiran garis keras ini menyebar dalam berbagai literatur dan media, baik cetak maupun elektronik.  Untuk itu, negara-negara Islam harus merapatkan barisan dan bergandengan tangan untuk meng-counter ideologi tersebut dengan cara serupa dan membentengi generasi muda agar tidak terjerumus ke dalam kubangan pemikiran radikal.

“Semua akses menuju pemikiran radikal harus ditutup rapat-rapat. Pada saat yang sama kita juga harus bergerak mempromosikan wacana keagamaan yang moderat,” ujar Muchlis dalam keterangan tulis yang diterima Republika.co.id, Rabu (27/6).

Melalui berbagai program, terutama pendidikan agama dan keagamaan, lanjut Muchlis, Pemerintah Indonesia bersama ormas-ormas Islam terus memperkuat moderasi Islam sebagai sebuah manhaj (jalan yang terang) keberagamaan.

Apalagi, sejak pertama kali ke Indonesia, DNA Islam Indonesia adalah tawassuth dan wasathiyyah, sehingga Islam mampu berasimilasi dengan budaya lokal yang sangat beragam.

“Melalui forum ilmiah semacam ini, kita dapat berbagi pengalaman dalam mengembangkan dan memperbaharui wacana keagamaan yang lebih dinamis, harmonis, dan humanis. Dengan bersatu, menghargai keragaman dan menghormati perbedaan kita akan mampu menciptakan dunia yang lebih aman dan damai, tanpa ISIS,” tuturnya.

Mukhlis menekankan, pemikiran agama yang radikal harus dilawan dengan counter narasi, bukan dengan cara kekerasan. Penanggulangan dan penanganan paham radikal dengan cara represif justru akan menimbulkan masalah baru.

"Paham dan pemikiran keagamaan radikal harus dilawan melalui counter narasi secara komprehensif dan terus menerus agar tidak melebar dan menjadi laten. Penanganannya tidak selalu dengan cara kekerasan yang justru dapat memunculkan problem baru," ujarnya.

Delegasi Indonesia bertolak ke Baghdad, Irak pada Minggu (24/6). Mereka akan mengikuti Konferensi Internasional tentang Wasathiyah dan Islam Moderat.

Konferensi ini digelar oleh Dewan Wakaf Sunni Republik Irak. Delegasi Indonesia terdiri dari tujuh orang, salah satunya Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi.

Ia mengatakan ada beberapa isu yang dibahas dalam konferensi ini. Utamanya, secara konsisten mengamalkan prinsip Washatiyah Islam.

“Isu sentral adalah upaya negara untuk menerapkan prinsip Washatiyah Islam secara menyeluruh dan konsisten,” ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (27/6).

Menurutnya, Indonesia memiliki segudang pengalaman yang bisa menularkan pengalamannya kepada dunia Islam. “Keharmonisan dan pembangunan mental spiritual jadi modal dasar,” ucapnya.

Ia menambahkan, komitmen Indonesia tidak hanya sekedar negara yang hanya memiliki teori tapi sudah membuktikan kepada dunia fakta secara menyeluruh. “Semua sepakat bahwa Islam harus dibebaskan dari stigma negatif karena tak ada kaitan sama sekali antara agama dan tindak kekerasan yang merugikan banyak pihak,” ungkapnya.

Menurutnya, Indonesia memiliki peran penting untuk mengekspor Islam Wasathiyah ke manca negara. “Pengalaman Jakarta menjaga stabilitas dan pembangunan berkesinambungan  serta kerukunan,” ucapnya.

Konferensi Internasional Moderasi dan Islam Wasathiyah ini berlangsung dua hari, 26 – 27 Juni 2018. Delegasi Indonesia yang menghadiri konferensi terdiri dari tujuh orang, yaitu: Muchlis M Hanafi (Ketua Delegasi, mewakili Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin), Muhyiddin Junaidi (MUI), Ikhwanul Kiram Masyhuri (Alumni Al Azhar), Saiful Mustafa (UIN Maliki Malang/NU), Fathir H Hambali (Alumni Syam), Auliya Khasanofa (Muhammadiyah/UMT), dan Thobib Al-Asyhar (Kemenag).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement