REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjamurnya keuangan syariah di Tanah Air menjadi berkah bagi masyarakat. Dengan skema non-ribawi, lembaga keuangan rabbani tersebut diharapkan mampu untuk membuat ekonomi umat semakin menggeliat. Berbagai akad muamalah dilakukan dengan semangat keadilan. Termasuk di antaranya murabahah.
Imam al-Mawardi menjelaskan, mengenai murabahah dalam kitabnya. Hukum transaksi jual beli murabahah adalah boleh tanpa adanya unsur makruh. Murabahah merupakan akad yang dibangun dengan jalan menetapkan harga suatu barang di atas harga belinya ditambah keuntungan.
Misalnya, seseorang membeli barang dengan harga 100 kemudian berkata kepada pihak kedua, aku jual barang ini ke kamu sesuai dengan harga dasar aku membelinya ditambah laba sekian dirham sebagai laba, atau dengan laba sekian dirham untuk tiap-tiap 10 dirhamnya, atau tiap 10 persen nya.
Murabahah berasal dari kata ar-ribhu dari bahasa Arab yang berarti kelebihan dan tambahan. Sementara, definisi dari istilah mu rabahah adalah jual beli barang pada harga asal, dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Namun, dalam ranah ekonomi syariah, murabahah sendiri mengandung arti transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepa kati oleh penjual dan pembeli.
Fatwa kali ini membahas tentang nasabah menjalankan akad murabahah dengan LKS tetapi gagal bayar. Bagaimana pendapat ulama dalam menyikapi hal tersebut?
Dasar hukum jual beli ada pada Alquran surah al-Baqarah ayat 282-283. Allah SWT mewajibkan setiap mukmin untuk menuliskan jika melakukan kegiatan muamalah, baik secara tunai atau untuk waktu yang ditentukan.
Alquran mensyaratkan penulisan ini dengan saksi-saksi agar angsuran yang dibayarkan tidak dikurangi dan tak berbeda dengan kewajiban. Supaya jika seorang lupa maka yang seorang meng ingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipang gil; dan janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil mau pun besar sampai batas waktu membayarnya."
Begitu pula dengan agunan yang harus dipenuhi peminjam agar diserahkan kepada pemberi pinjaman. Agunan ini diberikan ketika peminjam sedang berada dalam perjalanan dan tidak memiliki penulis yang harus mencatat cicilannya. Hanya, tidak adanya agunan atau jaminan bisa dilakukan jika memang pihak pemberi pinjaman percaya kepada yang meminjam. "Akan tetapi, jika sebagian kamu memercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya).
Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjelaskan, akad murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga lebih sebagai laba. Dalam praktik transaksi keuangan syariah di Indonesia, pembayaran atas akad murabahah ini dilakukan dengan tunai maupun kredit.
Apa yang membedakan murabahah dengan jual beli lainnya adalah penjual harus memberitahukan kepada pembeli tentang harga barang pokok yang dijualnya, serta jumlah keuntungan yang akan diperoleh.
Transaksi jual beli murabahah itu sendiri bisa dilakukan, apabila rukun- rukunnya terpenuhi. Yaitu harus ada pihak-pihak yang bertransaksi, kemudian harus ada objek murabahahnya, serta dilakukan ijab dan kabul perjanjian jual beli murabahah.
Hadis Riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf. Perjanjian dapat dilakukan diantara kaum Muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum Muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.
Hanya, ada juga prinsip muamalah yang memberi keringanan dalam kepada pengutang. Ada hadis nabi yang diriwayatkan Imam Muslim, Orang yang melepas kan seorang Muslim dari kesulitannya di dunia, Allah akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya.
DSN MUI pernah mengeluarkan fatwa tentang penyelesaian piutang murabahah bagi nasabah gagal bayar. Pertama, Lembaga Keuangan Syariah boleh melakukan penyelesaian murabahah bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan atau melunasi pembiayaannya sesuai dengan jumlah dan waktu yang telah disepakati. Dengan jalan, objek murabahah atau jaminan lainnya dijual nasabah kepada atau melalui LKS dengan harga pasar yang disepakati.
Nasabah melunasi sisa utangnya kepada LKS dari hasil penjualan. Apabila hasil penjualan melebihi sisa utang maka LKS mengembalikan sisanya kepada nasabah. Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa utang maka sisa utang tetap menjadi utang nasabah. Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya, lKS dapat membebaskannya.
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau terjadi perselisihan di antara pihak-pihak terkait, penyelesaiannya dilakukan lewat Badan Arbitrase Syariah Nasional setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.