REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi kampanye global, Greenpeace Indonesia bekerja sama dengan Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (Lembaga PLH dan SDA MUI) meresmikan kampanye #PantangPlastik, Selasa (5/6). Peresmian berlangsung dalam acara buka puasa dengan konsep Eco Iftar di Masjid Raya Pondok Indah, Jakarta.
Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi menjelaskan, pesan penting dalam kampanye ini adalah pengurangan penggunaan plastik sekali pakai dalam berbagai kegiatan masjid. Termasuk dalam momen Ramadhan, ketika umat kerap berkumpul dalam skala besar.
"Kegiatan ini merupakan bagian dari kampanye #PantangPlastik yang memberdayakan masyarakat perkotaan sebagai pelaku sekaligus target utama perubahan sikap," ujarnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Rabu (6/6).
Atha menyebutkan, beberapa kategori single-use plastic (SUP) yang paling sering digunakan di Indonesia dan di seluruh dunia, yaitu botol plastik, kantong plastik, sedotan plastik dan wadah makanan yang terbuat dari plastik. Urgensi pengendalian pemanfaatan plastik kini sudah sangat tinggi. Menurut data yang dipegang Atha, Indonesia adalah negara kedua setelah Cina dan merupakan satu di antara lima negara Asia Tenggara penyumbang sampah plastik terbesar di lautan dunia.
Diperkirakan, konsumsi plastik setiap penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 250 juta ini dapat mencapai 17 kg per tahunnya. "Kekhawatiran ini teramplifikasi dengan fakta bahwa elemen plastik tidak dapat terurai dengan mudah oleh alam dan lautan bahkan dalam kurun waktu ratusan tahun," tutur Atha.
Ketua Lembaga PLH dan SDA MUI Hayu S Prabowo menuturkan, pemanfaatan momen Ramadhan dengan membangkitkan kesadaran umat Muslim terkait lingkungan merupakan langkah strategis. Hal ini selaras dengan firman Allah SWT dengan mengutip Alquran Surah Al-Qashah ayat 77, "Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan."
Mengacu pada laporan yang dikeluarkan oleh Greenpeace pada 2006, setidaknya terdapat 267 spesies binatang yang terancam akibat terkena jeratan atau menelan sampah plastik. Sampah ini juga merupakan salah satu penyebab kematian mamalia laut dan burung serta ikan setiap tahunnya.
Melihat fakta tersebut, Hayu menuturkan, krisis lingkungan hidup dengan berbagai manifestasinya sejatinya adalah krisis moral. Sebab, manusia memandang alam sebagai obyek bukan subyek dalam kehidupan semesta. "Maka, penanggulangan terhadap masalah ini haruslah dengan pendekatan moral. Pada titik inilah agama harus tampil berperan," ujarnya.
Permasalahan sampah telah menjadi permasalahan nasional yang berdampak buruk bagi kehidupan sosial, ekonomi, kesehatan dan lingkungan. Oleh karena itu, MUI telah menetapkan Fatwa Nomor 47 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah untuk Mencegah Kerusakan Lingkungan.
Salah satu ketentuan hukumnya adalah: "Setiap Muslim wajib menjaga kebersihan lingkungan, memanfaatkan barang-barang gunaan untuk kemaslahatan serta menghindarkan diri dari berbagai penyakit serta perbuatan tabdzir (berbuat sia-sia) dan israf (berbuat berlebih-lebihan)".
Hayu mengatakan, salah satu bentuk penerapan fatwa ini adalah melalui program Eco Masjid yang diinisiasi oleh MUI dan Dewan Masjid Indonesia (DMI). "Kegiatan Eco Iftar bersama Greenpeace kali ini juga merupakan salah satu upaya ke arah sana," katanya.
Kampanye #PantangPlastik antara lain diwujudkan dalam upaya pengurangan penggunaan plastik sekali pakai saat kegiatan berbuka puasa yang diadakan di masjid-masjid di Jakarta dan Bandung. Kini, pemanfaatan gelas keramik, piring kaca, bungkus daun pisang, atau wadah rotan digunakan lebih banyak di masjid-masjid yang dapat menghimpun ratusan hingga ribuan umat dalam sekali kegiatan massa ini.