Ahad 20 May 2018 02:22 WIB

Verifikasi Mubaligh Dikembalikan pada Pemberi Rekomendasi

Mulai dari organisasi masyarakat, pengurus masjid, hingga sejumlah ulama.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Israr Itah
Kepala Biro Humas, Data dan Informasi Kementerian Agama - Mastuki
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kepala Biro Humas, Data dan Informasi Kementerian Agama - Mastuki

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Data, dan Informasi Sekretaris Jenderal Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia, Mastuki, menyampaikan, daftar nama 200 mubaligh yang dikeluarkan instansinya dibuat berdasarkan rekomendasi dari berbagai pihak. Mulai dari organisasi masyarakat, pengurus masjid, hingga sejumlah ulama.

Kemenag kemudian mendata dan membuat daftarnya hingga terkumpul 200 nama tersebut. Mastuki mengatakan, verifikasi nama ulama tersebut dilakukan oleh pemberi rekomendasi nama, bukan oleh Kemenag. Kemenag hanya menerima data dan verifikasi dikembalikan pada organisasinya. Sehingga, jika ada nama yang tidak masuk, ingin mengeluarkan diri, atau ternyata sudah meninggal, akan ada evaluasi.

"Untuk Ustaz Fahmi Salim yang ingin dicabut dari daftar kami hargai, tidak apa-apa. Kami kembalikan lagi ke ormas yang mengajukan. Karena daftar ini dinamis jadi bisa bertambah bisa berkurang, seperti tadi ada yang ternyata telah meninggal," kata dia pada Republika.co.id, Sabtu (19/5).

Berbagai reaksi muncul terkait nama-nama yang masuk dalam daftar itu. Ada sosok populer namun tidak masuk daftar, mubaligh yang akhirnya meminta namanya dicabut, hingga mereka yang ternyata sudah meninggal namun masuk daftar.

Mastuki menegaskan ulama yang belum masuk daftar bukan berarti tak masuk kriteria. Nama, mereka hanya belum diajukan. Sebab, Kemenag meminta rekomendasi tidak pada perseorangan, melainkan organisasi juga lembaga. 

Termasuk pada kasus ulama yang meninggal namun masuk daftar. Menurutnya, organisasi yang mengajukan belum memperbarui daftar mubaligh yang biasa digunakan dalam acara keagamaan. 

Mastuki menyampaikan data ini akan terus berkelanjutan. Paling tidak, dengan adanya daftar, masyarakat yang membutuhkan akan memiliki referensi. Meski tidak semua masyarakat menggunakan data karena mereka bisa jadi punya preferensi sendiri.

"Kami memberikan solusi bukan masalah baru, itu yang harus dipahami masyarakat. Bukan membuat masalah justru ini berikan akses untuk menjalankan kegiatan keagamaan," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement