REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pihak kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi masih belum mengubah kebijakannya soal cadar. Bahkan menanggapi digelarnya aksi damai oleh organisasi masyarakat (ormas Islam) di Bukittinggi, Jumat (11/5) ini, pihak kampus tetap berkeyakinan bahwa kebijakan dalam membatasi cadar tetap berlandaskan syariat Islam.
Kepala Biro Administrasi Umum Akademik dan Kemahasiswaan IAIN Bukittinggi, Syahrul Wirda, menilai sebelumnya sudah menjajal upaya dialog dengan perwakilan ormas Islam. Menurutnya, pihak kampus sudah secara terbuka menyampaikan alasan dalam menerapkan kebijakan pembatasan cadar di lingkungan akademik.
"Dialog kami dengan mereka sudah cukup, apalagi yang di-dialog-kan? Kami juga sesuai syariat Islam. Sepertinya kami menunggu nanti bagaimana kelanjutannya," jelas Syahrul, Jumat (11/5).
Sementara itu, Front Pembela Islam (FPI) Sumatra Barat menuntut pencopotan Rektor IAIN Bukittinggi Ridha Ahida. Ridha dianggap abai dalam menerima masukan tokoh masyarakat terkait pembatasan cadar di lingkungan akademik.
"Muslimah memiliki hak konstitusi untuk amalkan keyakinannya. Hargai dong yang bagi mereka menilai (bercadar) sunah atau wajib. Menteri Agama harus pecat orang seperti ini (rektor), tak paham dengan kearifan lokal," jelas Ketua FPI Sumbar, Buya Busra Khatib Alam.
Busra menambahkan, sebelum masuk ke dalam poin penggantian rektor, FPI dan organisasi masyarakat (ormas) Islam lainnya hanya menuntut penghapusan sikap diskriminatif terhadap pengguna cadar di kampus IAIN Bukittinggi. Bagi ormas Islam, lanjut Busra, bila kampus mau melunak dan memberi ruang bagi Muslimah bercadar menjalankan keyakinannya, maka polemik ini tak perlu diperpanjang.
"Santri yang sejak SMP-SMA pakai cadar, waktu masuk kampus dengan berat hati mereka (diminta) buka cadar mereka, bagaimana hati mereka?" ujar Busra.