REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menyerap dan mengembangkan. Dua kemampuan ini telah mengantarkan umat Islam membangun sebuah peradaban. Umat Islam tak segan belajar dari peradaban lain. Namun, mereka tak begitu saja menerima. Sebaliknya, ada penelaahan dan kemudian menciptakan sesuatu yang baru.
Banyak pula penemuan yang dipantik perkembangan kondisi dalam masyarakat Islam sendiri. Kemajuan peradaban yang hidup di dunia Islam, pada gilirannya juga menarik keingintahuan bangsa lain. Lalu, mempelajari sesuatu yang sama sekali baru dari peradaban Islam. Ada hubungan yang berkait kelindan.
Upaya saling belajar terjadi di antara Islam, Barat, India, dan Cina juga terjadi. Ini berlangsung sangat pesat dan menunjang perkembangan di ranah intelektualitas dan mendorong kemajuan peradaban. Menjulangnya kekuasaan pemerintah Islam, telah mengantarkan umat Islam bersentuhan dengan peradaban lain.
Pesan Muhammad SAW soal ilmu, mendorong umat Islam belajar. Mereka tertarik dengan teks dan literatur pemikir Yunani dan India kuno. Pakar sejarah, George Saliba dalam Islamic Science and The Making of the European, keinginan menyerap pengetahuan dari luar telah ada sejak 690 Masehi.
Saliba menunjuk pangeran dan cendekiawan terkenal, Khalid bin Yazid. Khalid merasa perlu mempelajari bidang alkimia dan rujukannya adalah buku-buku berbahasa Yunani. Ini menjadi perangsang awal penerjemahan buku sains ke dalam bahasa Arab. Sejak saat itu, gairah penerjemahan kian meningkat.
Munculnya Dinasti Abbasiyah ke panggung kekuasaan, tak mengendurkan semangat itu bahkan terus menggelora. Baghdad lalu menjelma menjadi pusat sains dan seni. Peningkatan pesat gerakan ini terjadi pada masa Khalifah al-Ma’mun. Ia memang dikenal pecinta pengetahuan.
Perpustakaan masyhur yang didirikan semasa khalifah Harun al-Rasyid, Bait al-Hikmah, ditingkatkan fungsinya menjadi pusat pendidikan. Khalifah mengundang lebih banyak ilmuwan dari beragam disiplin ilmu, seperti para filsuf, ahli astronomi, geografi, matematika, ataupun dokter.
Mereka mendapatkan sokongan untuk melakukan penerjemahan beragam literatur ilmu pengetahuan dari berbagai bahasa, seperti Yunani dan Sansekerta. Untuk itu, para ilmuwan tersebut akan mendapatkan imbalan berupa gaji dan insentif yang tinggi. Banyak pula non-Muslim yang dilibatkan dalam penerjemahan ini.