REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Secangkir kopi yang tersaji, memiliki sejarah panjang. Bukan hanya proses dalam menyajikannya. Lebih jauh, ini soal asal-usul dan kapan kopi menjadi akrab dengan masyarakat. Di dunia Islam, khususnya, setumpuk catatan hadir mengungkapkan bagaimana kopi menjadi bagian dari masyarakat.
Bersandar pada sejumlah sumber Arab, seorang ilmuwan bernama RS Hattox dalam bukunya, Coffee and Coffeehouses: The Origins of a Social Beverage in the Medieval Near East, mengungkapkan, Muslim Yaman membawa kopi ke tanah kelahiran mereka dari Etiopia pada sekitar 1400 Masehi.
Konsumsi kopi juga dilakukan sekelompok sufi, yang dimpimpin Sheikh al-Dhabhani, meninggal pada 1470 Masehi. Saat itu, mereka memanfaatkan bunn atau biji kopi sebagai daun al-gat, yang dikenal bisa melahirkan stimulasi agar mata tetap terjaga, yang waktu itu jumlahnya mulai jarang.
Kisah lain menyebutkan, Mufti Aden bernama Jamal al-Din menjadi sosok lain yang berjasa mengenalkan kopi ke masyarakat Muslim di Yaman. Dalam salah satu perjalanannya ke Persia, ia melihat orang-orang setanah kelahirannya yang sedang melancong ke sana meneguk minuman kopi.
Semula, Jamal al-Din tak begitu hirau dengan hal itu. Namun, menjelang perjalanan pulang ke Aden ia diserang sakit. Akhirnya, ia memutuskan untuk mengonsumsi kopi dengan pertimbangan apakah kopi mampu memperbaiki kesegaran tubuhnya atau tidak. Ternyata, kopi bisa memenuhi harapannya.
Bahkan, ia merasakan kopi tak hanya mampu memulihkan kesehatannya tapi juga menghilangkan sakit kepala, menghidupkan jiwa, dan mencegah kantuk. Selanjutnya, ia menganjurkan teman-teman sufinya minum kopi untuk membantu mereka tetap terjaga saat malam agar bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Melalui anjuran Jamal al-Din ini, kemudian konsumsi kopi dilakukan secara masif dan menggantikan minuman daun al-gat yang sebelumnya menjadi minuman populer para sufi agar mata mereka tak diserang kantuk saat malam. Selain itu, catatan lain muncul dari Turki.