REPUBLIKA.CO.ID, Biasanya, diplomat dikenal sebagai orang yang piawai dalam bernegosiasi saja. Namun kali ini, ada yang berbeda. Sekitar 36 diplomat muda Indonesia terlibat langsung dalam pengajaran di Pesantren Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Unik dan sangat menantang bukan?
Kegiatan yang bertemakan Program Kunjungan dan Tukar Pikiran, mulai dilakukan pada Kamis (12/4) hingga Senin (16/4). Dari pagi hingga sore, ke-36 diplomat tersebut berbagi ilmu pengetahuan dan informasi kepada santri di depan kelas. Layaknya di sidang internasional, mereka tampil dengan pakaian super rapi.
Direktur Program Sekolah DiplomatKementerian Luar Negeri (Kemenlu) M Aji Surya mengatakan, kegiatan Kunjungan dan Tukar Pikiran ke ponpes Gontor menjadi kegiatan perdana bagi para diplomat sepanjang pelatihan. Menurut dia, kunjungan tersebut bertujuan untuk mengenal dan memahami nilai-nilai pesantren.
"Mereka (para diplomat) juga menggali tentang nilai-nilai yang dianut oleh Gontor, mengenai konsep kemandirian Gontor seperti apa, hingga wakaf di sana seperti apa," jelas Aji kepada Republika.co.id, Rabu (18/4).
Beberapa dokumentasi kegiatan Kunjungan dan Tukar Pikiran, para Diplomat muda Indonesia yang terlibat langsung dalam pengajaran di Pesantren Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Kegiatan tersebut dilakukan dari tanggal 12 hingga 16 April 2018.
Selain itu, tentu saja para Diplomat itu tidak mengajarkan ilmu-ilmu agama atau yang terkait lainnya, melainkan hal-hal yang ada hubunganya dengan diplomasi. Mulai soal perlindungan warga negara, isu regionaliame, masalah palestina hingga simulasi sidang PBB. Sesuatu yang masih relatif jarang ditemui di pesantren.
Salah seorang peserta dari diplomat Kemenlu, Hendra, mengaku, sempat mengalami kesulitan ketika mengajar. Pada mulanya, dia mengira bahwa mengajar adalah pekerjaan yang cukup mudah, namun setelah dijalani malah sebaliknya.
"Perlu persiapan yang baik serta metode komunikasi yang tepat. Mengajar bukan hanya menyampaikan pengetahuan namun juga bagaimana bisa diterima, dipahami dan akhirnya tertanam dalam diri," ujar Hendra.
Sama seperti Hendra, peserta lainnya, Adib, mengaku agak kagok saat di awal-awal mengajar, namun di hari kedua mulai merasa nyaman. Menurut dia, kemampuan untuk melibatkan anak didik dalam kegiatan ajar-mengajar menjadi sangat penting.
Lain lagi cerita dari Nona wanita yang pernah ditempatkan di New York, Amerika Serikat. Dia mengaku sangat terkesan dengan kemampuan para santri perempuan dalam simulasi sidang internasional. Beberapa peserta di antaranya sangat tangkas dalam membuat national statement. Para peserta juga dengan cepat menyerap informasi yang disampaikan dan mempraktikkannya dalam simulasi.
Beberapa dokumentasi kegiatan Kunjungan dan Tukar Pikiran, para Diplomat muda Indonesia yang terlibat langsung dalam pengajaran di Pesantren Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Kegiatan tersebut dilakukan dari tanggal 12 hingga 16 April 2018.
"Yang jelas, tukar pikiran dengan santri merupakan pengalaman tersendiri. Kami jadi lebih tahu tentang prinsip-prinsip hidup di pesantren dan sempat berbagi ilmu yang kami miliki. Itu sesuatu banget," ujar Nona.
Sementara Dr Hamid Zakasyi, seorang ustad dan Wakil Rektor Universitas Darussalam (UNIDA) mengakui, betapa kunjungan ini memberikan warna tersendiri bagi pesantren. Bahkan Pimpinan Pondok, KH Hasan Sahal memberikan apresiasi kegiatan yang baru pertama kali dilaksanakan tersebut.
"Saya senang dengan kegiatan ini. Untuk membekali para diplomat ini, saya benar-benar menyiapkan diri. Semoga memberi manfaat bagi semua," kata Sang Kiai.
Kegiatan kunjungan dan tukar pikiran Diplomat Kemlu yang sedang mengikuti Sekolah Dinas Luar Negeri (Ssadilu) ini berlangsung selama lima hari. Selain kegiatan mengajar, mereka juga melakukan interaksi dengan santri dalam bentuk pertandingan olahraga, seminar dan aktivitas kebersamaan lainnya.