Kamis 12 Apr 2018 13:00 WIB

Sistem Warisan Islam Datangkan Kemaslahatan bagi Perempuan

Pembagian warisan tidak terletak pada jenis jender laki-laki atau perempuan.

Rep: Syahruddin el-Fikri/ Red: Agung Sasongko
Warisan (ilustrasi).
Foto: houstoncoinbuyer.com
Warisan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menurut DR Muhammad Imarah dalam bukunya Hal Al Islam Huwa Al Hall; Limadza wa Kaifa, kriteria yang dijadikan kaedah dalam pembagian warisan tidak terletak pada jenis jender laki-laki atau perempuan.

Tapi yang menjadi standar terpenting ialah adanya hubungan kekerabatan dan status kedekatan yang bersangkutan dengan almarhum. Semakin dekat hubungan kekerabatannya, maka semakin besar pula bagian yang diterima sesuai dengan kaedah yang telah ditentukan.

Bahkan kehadiran sistem warisan Islam, sejatinya mendatangkan banyak manfaat dan kemaslahatan bagi perempuan. Hal tersebut kembali kepada fakta bahwasanya tuntutan menafkahi keluarga adalah kewajiban laki-laki.

Salah satu pandangan negatif yang dialamatkan pada Islam dengan mengebiri hak perempuan adalah bagian satu laki-laki dan setengah untuk perempuan. Istilahnya, bagian untuk seorang laki-laki sama dengan bagian untuk dua orang perempuan (1:2)

Benarkah konsep itu mengebiri hak perempuan? Tampaknya kurang beralasan. Seorang laki-laki, adalah pemimpin bagi keluarganya. Ia bertanggung jawab untuk seluruh kehidupan rumah tangganya. Harta yang ia peroleh, terdapat bagian untuk anggota keluarganya, istrinya, anaknya, maupun yang lain. Sementara, perempuan yang memperoleh harta, tujuannya adalah untuk dirinya sendiri dan tidak berhak memberikan bagian kepada anggota keluarga lainnya.

Karena itu, boleh jadi, bagian untuk satu orang perempuan yang hanya setengah dari laki-laki, justru lebih banyak dibandingkan laki-laki. Sebab, harta yang didapatkan untuk dirinya sendiri, sedangkan laki-laki bertanggung jawab menafkahi keluarganya.

Menurut DR Shalahuddin Sulthan dalam bukunya Mirats Al Mar'at wa Qadhiyyat Al Musawat menyebutkan, dalam kondisi tertentu, bagian yang diterima oleh perempuan bisa sama atau justru lebih besar dari bagian laki-laki. Di samping itu, adakalanya juga ahli waris perempuan lebih berhak mendapatkan warisan dan memblokir bagian laki-laki.

Contoh, bagian perempuan sama dengan bagian laki-laki. Almarhum meninggalkan seorang ibu, bapak dan anak laki-laki atau perempuan. Jumlah yang berhak didapatkan oleh ibu besarannya sama dengan bagian bapak yaitu 1/6.

Sedangkan anak laki-laki atau perempuannya mendapatkan sisa atau ashabah.

Sebagaimana yang termaktub dalam ayat 11 surah An-Nisaa`, “Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak.”

Seorang perempuan akan mendapatkan bagian lebih besar, misalnya jika ada ahli waris yang terdiri dari anak perempuan, saudara kandung laki-laki atau ayah, lalu anak perempuan dan paman.

Sebagai contoh, almarhum meninggalkan anak perempuan dan dua saudara kandung laki-laki. Anak perempuan mendapat bagian lebih besar yaitu 1/2 karena dia anak tunggal dan tidak ada ahli waris yang menjadi ashabah- nya.

Sedangkan dua saudara kandung laki-laki almarhum mendapatkan sisa harta dengan ketentuan, masing-masing mendapat bagian sama rata sama rata yaitu 1/4. “Jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta.” (QS An-Nisaa` [4]: 11.

Selanjutnya, keberadaan perempuan akan menghalangi ahli waris laki-laki dalam beberapa kondisi. Misalnya, ada sejumlah ahli waris yaitu anak laki-laki, anak perempuan dan kedua saudara kandung laki-laki. Kedua saudara kandung laki-laki tidak berhak karena terhalang oleh anak perempuan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement