REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ghulul berarti korupsi. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Fatwa Nomor 4/Munas VI/MUI/2000 mendefinisikan ghulul sebagai tindakan pengambilan sesuatu yang ada di bawah kekuasaannya dengan cara yang tidak benar menurut Islam. Inilah praktik kotor yang sangat dilarang dalam Islam.
Secara bahasa, kata korupsi berasal dari bahasa Latin, corruptio atau corruptus yang berarti 'merusak', 'tidak jujur', 'dapat disuap'. Peradaban manusia di belahan dunia mana pun menganggap korupsi sebagai sesuatu perbuatan yang jahat, busuk, tidak bermoral, dan bejat.
Selain ghulul, dalam Islam juga dikenal istilah riswah atau suap. MUI mendefiniskan ruswah sebagai pemberian yang diberikan kepada orang lain (pejabat) dengan maksud meluluskan suatu perbuatan yang batil (tidak benar menurut syariah) atau membatilkan perbuatan yang hak.
Kedua praktik tercela itu hukumnya haram. Dalam pandangan ahli patologi sosial, korupsi merupakan tingkah laku yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jeremy Pope dalam Strategi Memberantas Korupsi menyatakan bahwa korupsi adalah menyalahgunakan kekuasaan/kepercayaan untuk kepentingan pribadi.
Alquran secara tegas melarang praktik korupsi. Dalam surah Ali Imran ayat 161, Allah SWT berfirman, ''Barang siapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatinya itu....'' Jadi, ghulul juga dapat didefinisikan sebagai pengkhianatan terhadap amanah.
Istilah korupsi juga disebutkan dalam Alquran dengan kata al-suht. Dalam surah al-Maidah ayat 5, Allah SWT berfirman, ''Mereka sangat suka mendengar kabar bohong, banyak memakan (makanan) yang haram.'' Kata al-shut dalam ayat itu dicontohkan seperti uang suap dan lainnya.
Selain itu, kata al-shut juga ditemukan dalam surah al-Maidah ayat 62. ''Dan kamu akan melihat banyak di antara mereka (orang Yahudi) berlomba dalam berbuat dosa, permusuhan, dan memakan yang haram.Sungguh sangat buruk apa yang mereka perbuat.''
Larangan melakukan ghulul dan riswah juga ditegaskan dalam surah al-Baqarah ayat 188. Allah SWT berfirman, ''Dan janganlah (sebagian) kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagin harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.''
Allah SWT telah memperingatkan hamba-Nya untuk tidak korup dalam surah an-Nisa ayat 29, ''Hai orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil.'' Praktik korupsi pun sangat dibenci dan diperangi Rasulullah SAW. Ibnu Umar RA berkata, ''Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah SAW bersabda; tidak diterima shalat tanpa wudhu dan sedekah dari hasil korupsi (ghulul).” (HR Muslim, Sahih Muslim). Bahkan, Rasulullah SAW menolak menshalatkan jenazah sahabatnya yang terbukti melakukan tindakan korupsi.
Bahkan, beliau dengan tegas melarang umatnya untuk melindungi atau menyembunyikan koruptor. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Sumurah Ibnu Jundub, ia berkata: Adapun selanjutnya, Rasulullah SAW bersabda, ''Barang siapa menyembunyiakn koruptor maka ia sama dengannya (HR Abu Dawud). Demikianlah Islam mengutuk dan mengharamkan tindakan korupsi dan suap.