Rabu 04 Apr 2018 16:00 WIB

Mengenal Baitul Mal

Berdirinya lembaga ini untuk mengatur rampasan perang Badar.

Baitul Mal (ilustrasi).
Foto: onlineinvestingai.com
Baitul Mal (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Baitul mal sudah dikenal sejak tahun ke-2 hijriah pemerintahan Islam di Madinah. Berdirinya lembaga ini diawali dengan 'cekcok' para sahabat Nabi SAW dalam pembagian harta rampasan Perang Badar. Maka, turunlah surat al-Anfal [8]: ayat 41:

''Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnu sabil. Jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari furqan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.''

Setelah turunnya ayat itu, Rasulullah mendirikan baitul mal yang mengatur setiap harta benda kaum Muslimin, baik itu harta yang keluar maupun yang masuk. Bahkan, Nabi SAW sendiri menyerahkan segala urusan keuangan negara kepada lembaga keuangan ini.

Sistem pengelolaan baitul mal kala itu masih sangat sederhana. Belum ada kantor resmi, surat menyurat, dokumentasi, dan lain-lain layaknya sebuah lembaga keuangan resmi negara.

Harta benda yang masuk langsung habis dibagi-bagikan kepada kaum Muslimin yang berhak mendapatkannya. Atau, dibelanjakan untuk keperluan umum. Oleh karena itu, tidak ditemukan catatan-catatan resmi tentang laporan pemasukan dan pengeluaran baitul mal.

Perbaikan pengelolaan baitul mal terjadi di masa Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq RA. Khalifah pertama itu menekankan pentingnya fungsi baitul mal. Sumber-sumbernya berasal dari zakat, zakat fitrah, wakaf, jizyah (pembayaran dari non-Muslim untuk menjamin perlindungan keamanan), kharraj (pajak atas tanah atau hasil tanah), dan lain sebagainya.

Dalam buku Pajak Menurut Syariah, Gusfahmi mengatakan, di tahun kedua kepemimpinannya, Abu Bakar menjalankan fungsi baitul mal secara lebih luas. Baitul mal tidak semata difungsikan untuk menyalurkan harta, tetapi untuk menyimpan kekayaan negara.

Pada masa itu pula ditetapkan gaji untuk khalifah yang diambil dari uang kas negara. Terdapat kisah menarik tentang awal mula penetapan gaji itu. Suatu ketika, Abu Bakar memanggul barang-barang dagangannya ke pasar. Di tengah jalan, sang khalifah bertemu Umar bin Khatthab RA.

Umar pun bertanya, ''Anda mau ke mana, wahai Khalifah?'' ''Ke pasar,'' jawab Abu Bakar. Kata Umar, ''Bagaimana mungkin Anda melakukannya, padahal Anda seorang pemimpin umat Muslim?'' Abu Bakar menjawab, ''Lalu, dari mana aku akan memberi nafkah keluargaku?'' Umar kemudian berkata, ''Mari kita pergi kepada Abu Ubaidah (pengelola baitul mal) agar dia menetapkan sesuatu untukmu.''

Sejak saat itu, seorang khalifah mendapatkan gaji yang hanya cukup untuk hidup sederhana, layaknya rakyat biasa. Tetapi, sebelum Abu Bakar meninggal dunia, ia justru berpesan kepada keluarganya untuk mengembalikan uang gaji itu kepada negara sebesar 6.000 dirham. Umar pun berkata, ''Semoga Allah merahmati Abu Bakar. Ia telah membuat orang setelahnya kepayahan.'' Maksud Umar, kearifan Abu Bakar telah membuat khalifah setelahnya akan merasa berat mengikuti sikapnya.

Di zaman tiga khalifah

Ketika Umar menjabat sebagai khalifah, kekayaan negara di baitul mal meningkat tajam. Ia berhasil menaklukkan Kisra (Persia) dan Qaishar (Romawi). Harta kekayaan pun mengalir deras ke Kota Madinah. Pada tahun 16 H, Umar mendirikan kantor baitul mal di Madinah. Ia mengangkat Abdullah bin Irqam sebagai bendahara negara dan Abdurrahman bin Ubaid al-Qari sebagai wakilnya. Ia juga mengangkat juru tulis, menetapkan gaji pegawai pemerintah, dan menganggarkan dana angkatan perang.

Umar sangat hati-hati dalam mengelola uang negara ini. Ibnu Katsir dalam buku al-Bidayah wa an-Nihayah menukil pidato Umar, ''Tidak dihalalkan bagiku dari harta milik Allah ini selain dua potong pakaian musim panas dan sepotong pakaian musim dingin, serta uang yang cukup untuk kehidupan sehari-hari seseorang di antara orang Quraisy biasa. Dan aku adalah orang biasa seperti kebanyakan kaum Muslimin.''

Kekayaan negara makin melimpah ketika pemerintahan dipegang oleh Ustman bin Affan RA. Selama 12 tahun memimpin umat Islam, Ustman berhasil melakukan ekspansi ke Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, Transoxania, dan Tabaristan.

Ia juga sukses membangun armada laut yang kuat di bawah komando Muawiyah. Inilah angkatan laut Islam yang menguasai laut Mediterania. Baitul mal yang dikelola Ustman mampu membiayai angkatan laut tersebut.

Kantor pusat baitul mal kemudian dipindahkan oleh khalifah keempat, Ali bin Abi Thalib RA, dari Madinah ke Kufah. Ali menganggarkan dana bantuan kepada kaum Muslimin yang membutuhkan. Disebutkan oleh Ibnu Katsir, Ali juga mendapatkan jatah dari baitul mal berupa kain yang hanya bisa menutupi tubuh sampai separuh kakinya. Dan konon, kain itu banyak tambalan di beberapa bagiannya.

Ketika terjadi perselisihan antara Ali dan Muawiyah, orang-orang dekat Ali menyarankan agar ia mengambil uang dari baitul mal sebagai hadiah bagi orang-orang yang membantunya. Mendengar ini, Ali sangat marah dan berkata, ''Apakah kalian memerintahkan aku untuk mencari kemenangan melalui kezaliman?''

Khalifah keempat awal Islam itu menunjukkan bagaimana menangani lembaga keuangan negara dengan penuh amanah. Kekayaan negara yang berasal dari rakyat benar-benar disalurkan untuk kepentingan rakyat. Sikap Ali yang menolak usulan para sahabatnya menunjukkan, kezaliman hanya akan membawa kebangkrutan meskipun secara kasat mata seolah menjadi kemenangan.

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement