REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pihak kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi masih bersikukuh untuk menjalankan kebijakan soal cadar di lingkungan akademik. Sikap rektorat yang kukuh menjalankan kebijakan soal cadar justru di tengah-tengah derasnya desakan dari berbagai pihak agar IAIN Bukittinggi mencabut kebijakan untuk membatasi penggunaan cadar di dalam kampus.
Kepala Biro Administrasi Umum dan Kemahasiswaan IAIN Bukittinggi, Syahrul Wirda, mengatakan, pihaknya memilih melakukan mediasi dengan ormas Islam yang sempat mengajukan tuntutan. Kata dia, sejak awal rektorat tidak pernah menerbitkan surat larangan untuk bercadar.
Yang dijalankan kampus, menurutnya, adalah meminta dosen dan mahasiswi menjalankan kode etik berbusana di dalam kampus. Sedangkan ketika di luar kampus, Syahrul melanjutkan, penggunaan gaya busana dikembalikan lagi kepada masing-masing individu.
"Jadi kalau diminta cabut aturan, yang akan kami cabut itu apa? Kami tidak melarang. Yang kami minta proses belajar mengajarnya sesuai kode etik. Kalau di luar kampus, silakan," kata Syahrul, Rabu (21/3).
Pihak rektorat, ujar Syahrul, masih menggelar musyawarah internal kampus untuk merumuskan respons atas tuntutan ormas Islam. Ia sendiri menyayangkan, bila ada ancaman atau intimidasi terhadap kampus yang sedang berupaya menjalankan kewenangannya.
"Kok seolah kampus kami tidak Islami. Kami tidak melanggar syariat Islam. Dibilang ada ancaman 3x24 jam kok kayak kampus ini apa," katanya.
IAIN Bukittinggi, lanjut Syahrul, masih percaya bahwa jalan mediasi masih bisa dilakukan untuk mencapai kesepakatan dengan ormas Islam. Ia menegaskan bahwa pihak kampus juga tidak ingin adanya perpecahan di antara umat Islam, khususnya di Bukittinggi. "Upaya kami, melakukan mediasi," ujarnya.
Sebelumnya, perwakilan dari 19 organisasi masyarakat (ormas) Islam dan elemen masyarakat adat di Sumatra Barat memberikan waktu 3x24 jam, terhitung sejak Senin (19/3), bagi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi untuk mencabut aturan tentang pembatasan cadar di lingkungan kampus. Perwakilan ormas Islam, sekaligus Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Sumatra Barat Buya Busra Khatib Alam menjelaskan, pihaknya sebelumnya pernah melayangkan surat keberatan tentang aturan kampus yang dianggap diskriminatif tersebut. Sayangnya, lanjut Buya Busra, surat keberatan tersebut tak kunjung direspons.
Buya Busra melanjutkan, bila dalam tiga hari ke depan pihak kampus tidak mencabut larangan cadar di dalam kampus atau memberikan respons yang memuaskan, maka akan ada aksi massa oleh ormas Islam. "Umat sudah tak tahan melihat diskriminasi terhadap simbol Islam yang dipandang sebelah mata oleh kampus, demi kode etik yang tidak berkeadilan itu," ujar Buya Busra.