Ahad 18 Mar 2018 16:38 WIB

Larangan Cadar, Kampus Diminta Bersikap Adil

Otonomi kampus tidak bisa digunakan secara sewenang-wenang.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Budi Raharjo
Dosen IAIN Bukittinggi Hayati Syafri yang terpaksa libur mengajar karena keputusannya bercadar. Hayati saat mengikuti wisuda doktor di Universitas Negeri Padang (UNP), Jumat (16/3). Wisuda juga dihadiri Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Foto: Humas UNP
Dosen IAIN Bukittinggi Hayati Syafri yang terpaksa libur mengajar karena keputusannya bercadar. Hayati saat mengikuti wisuda doktor di Universitas Negeri Padang (UNP), Jumat (16/3). Wisuda juga dihadiri Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi, yang menjadi pedoman kebijakan pelarangan penggunaan cadar di IAIN Bukittinggi dinilai tidak tepat. Hal tersebut disampaikan oleh Anggota Komisi X DPR RI, Ferdiansyah.

Menurut dia, kampus memang diberikan otonomi yang luas untuk mengatur dirinya sendiri dalam hal kode etik berbusana, termasuk pelarangan cadar. Namun, menurut Ferdi, otonomi tersebut pun tidak bisa digunakan secara sewenang-wenang oleh kampus.

"Ya otonomi sih otonomi, tapi kampus tidak bisa sewenang-wenang juga kan. Lagian ini (penggunaan cadar) bukan pakaian seronok juga," kata Ferdiansyah kepada Republika, Ahad (18/3).

Di sisi lain, Ferdi juga menilai, pelarangan cadar di IAIN Bukittinggi sebagai suatu kebijakan yang tidak adil. Karena kebijakan tersebut diterapkan ditengah-tengah masa perkuliahan bukan sejak awal penerimaan mahasiswi maupun dosen.

"Aturan itu juga tidak fair. Seharusnya kebijakan kode etik seperti itu diberitahukan sewaktu pendaftaran mahasiswi atau dosen, jadi yang berkuliah atau mengajar di sana tahu soal aturan itu. Tidak mendadak seperti ini," tegas Ferdi.

Sebagai solusi atas polemik pelarangan cadar di IAIN Bukittinggi, Ferdiansyah menyarankan, agar pihak kampus lebih mengedepankan dialog serta sosialisasi kepada seluruh sivitas akademika. Sehingga, kebijakan tersebut tidak menimbulkan polemik berkepanjangan di lingkungan IAIN Bukittinggi.

Sebelumnya, IAIN Bukittinggi mengklaim peraturan pelarangan cadar telah ada sejak lama. Namun polemik pelarangan cadar tersebut mencuat setelah ada dosen di IAIN Bukittinggi yang mengenakan cadar pada Desember 2017. Pada bulan itu juga, surat teguran pertama diberikan kepada Hayati Syafri, dosen yang kukuh mengenakan cadar di lingkungan kampus IAIN Bukittinggi.

Karena tidak ada tanggapan dari dosen tersebut, per Februari 2018 dikeluarkan surat edaran kepada seluruh civitas akademika untuk tidak memakai cadar di lingkungan kampus. Padahal tahun lalu, di IAIN Bukittinggi ada sekitar 6 mahasiswi yang mengenakan cadar, dan pihak kampus pun tidak mempermasalahkan hal tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement